PENDIDIKAN YANG SEBENARNYA
Ma’Had AL-Ishlaah, 19 September 2014
pukul 04.58 WIB. Semester 7
Kita telah mengenal pendidikan
semenjak Taman Kanak-Kanak. Bahkan di jaman sekarang ada PAUD (Pendidikan Anak
Usia Dini) untuk balita. Lalu dilanjutkan ke tingkat sekolah dasar selama 6
tahun, sekolah menengah selama 6 tahun dan perguruan tinggi selama 6 tahun pula
(hingga strata 3). Mengapa pendidikan kita menempuh usia tua untuk disebut
sebagai doctor? Tidak adakah akselerasi kelas? Agar kita produktif di usia muda?
Kita tengok para shahabat Nabi yang sudah menjadi entrepreneur muda di usia
remaja, menjadi perawi hadits di usia yang sangat-sangat muda. Ambil saja
contoh Ali bin Abi Thalib dan A’isyah.
Lalu kita mengenal juga kurikulum
yang senantiasa berubah seiring relevansi jaman. Seperti CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif), KBK (Kurikulum berbasis Kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum 2013
dengan Pendidikan Berbasis Karakternya, Kurikulum 2014. Entah berapa kali lagi
berevolusi.
Tidak dapatkah kita mematenkan
kurikulum saja. Misalkan Kurikulum Berbasis Potensi Daerah dan Moral, atau
Kurikulum berbasis Bakat Minat. Sehingga SDM yang menjadi output dari
sekolah-sekolah dapat secara langsung diserap oleh daerahnya masing-masing agar
mampu mengelola potensi daerah dengan bekal intelektual keterampilan dan budi
pekerti yang luhur. insyaAllah Negara ini akan maju.
Kemudian masalah komersialisasi
pendidikan yang menjerat kaum minoritas miskin di pedesaan. Kita harus segera
memberantasnya hingga ke akar terdalam. Lalu kita bangun sekolah gratis atau
sekolah social untuk para anak yatim, anak miskin, dan anak terlantar. Agar
mereka juga bisa merasakan betapa nikmatnya ilmu Allah.
Lalu masalah sekolah di perbatasan.
Kita harus membangun lebih banyak sekolah berkualitas dan merekrut tenaga
profesional dari alumni kampus yang mahir di bidang Pengembangan SDM. Minimal
mereka yang bergelar master digaji tinggi untuk membangun mereka yang di
perbatasan Negara atau di daerah yang terisolasi/pedalaman sekaligus. “Sekolah
untuk semua”. Tidak pilih kasih. Tidak untuk orang kaya dan putra bangsawan
saja. Karena kita telah mengenal “Taman Siswa”, bukan “Taman Siswa Kaya” .
Dan masalah beasiswa, selayaknya
universitas sebagai tiang pendidikan dan kemajuan bangsa, memberikan ruang yang
luas bagi calon mahasiswa dan mahasiswa lulusan mereka untuk menikmati
pendidikan gratis guna nantinya disalurkan untuk membangun bangsa. Semua
kembali untuk nusa dan bangsa. Majulah Indonesiaku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar