Minggu, 24 April 2022

Wanita Sholihah, yang Dirindukan oleh Jannah, yang Seperti Apa?

 Tulisan ini saya tulis dengan harapan dan do'a: "Semoga wanita-wanita Muslimah di seluruh dunia dapat berusaha untuk meneladani Sayyidatina Fathimah ra atau wanita Tarim dalam kehidupan sehari-hari, Aamiin."

Sayyidah Fathimah ra adalah wanita yang disebutkan dalam hadits riwayat An-Nasa’i No 3231 dan Ahmad 251 yaitu paling menyenangkan saat dilihat oleh suami beliau, taat saat diperintah suami dan tidak membuat suami benci. Beliau lahir di hari Jum’at yang terang mulia, tidak pernah haidl karena berasal dari zat Rasulullah Saw yang makan buah pohon Tubba’ (lebih besar dari apel, lebih kecil dari delima, lebih lembut dari keju, lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu) dan minum mata air (lebih putih dari susu dan bercahaya dari lebih matahari) di syurga saat mi’raj (HR. Ibnu Abbas ra), belajar Al-Qur’an dan hikmah, perkataan beliau adalah ‘ibadah karena jujur dan melazimkan tasbih qoblan naum (tasbih dan tahmid 33 x, takbir 34 x, Laa ilaha illaLloh wahdaHu laa syarikalaH dst, ya Awwalal Awwalin ya Akhirol Akhirin ya Dzal Quwwatil Matin ya Rohimal Masakin ya Arhamar Rohimin), diamnya mirip dengan dengan Rasulullah Saw begitu pula dengan duduk dan cara berjalan beliau, amanah, ‘iffah, tawadlu’, shobar, bijaksana, lemah-lembut, penyayang, senang bershodaqoh (pernah bershodaqoh 3 karung gandum dan 2 karung kurma, dan hanya makan gandum basi tanpa mentega di hari ‘Idul Fitri saat anak-anak beliau masih balita), mendidik anak dengan baik sehingga Husayn ra memiliki gaya pidato yang serupa dengan Rasulullah Saw, berbaju hitam yang banyak tambalannya, bercadar/wajah beliau hanya dilihat oleh Rasulullah Saw dan Sayyidina ‘Ali ra, tidak ada laki-laki lain yang berani memandang wajah beliau di syurga, jasad beliau diterima langsung oleh Rosululloh Saw di liang lahat dan diciumi wajah beliau, tidak akan terbakar oleh api neraka karena pernah mengaduk bubur campuran (gandum, susu, dan daging) di atas panci dengan api menyala dengan jemari tangan beliau.

Sementara Wanita Tarim adalah keturunan beliau, meskipun hidup miskindan sederhana (pakaian jubah hitam dengan sarang laba-laba agar tampak kusam untuk sekali cuci-pakai-kering, makan 1 x 1 hari dengan kurma dan air) tetapi rajin bershodaqoh hingga kepada seekor keledai dan tetap tersenyum menampakkan rasa kenyang/selalu bersyukur karena kaya hati, dibesarkan di lingkungan ‘ulama’ (untuk belajar Al-Qur’an, Fiqh, ‘adab, akhlaq, dan tasawuf), mahar mudah, tidak pernah menyusahkan suami meskipun susu untuk anak atau beras habis, membuat kamar tidur wangi, berbicara santun, selalu tersenyum, saat marah (cukup ditulis di surat agar dijawab oleh suami lalu tidur atau menangis dengan duan lirih di depan suami atau dengan bermunajah pada Alloh Swt, mendidik anak sejak bayi dengan dzikir (memperbanyak sholawat dan istighfar 100 x pagi dan malam) bahkan saat memasak karena ingin bersama Rosululloh Saw di jannah, setiap malam membaca surat Thoha dan ba’da ashar surat Waqi’ah, dan hanya ke luar rumah (saat kanak-kanak, pindah ke rumah suami dan ke pasar khusus wanita dengan berbaju hitam bercadar untuk membeli baju atau keperluan wanita serta saat meninggal dunia dengan keranda ditutupi kain) karena memiliki rasa malu dan untuk meneladani Sayyidah Fathimah ra. 

Dengan melaksanakan sunnah-sunnah shohabah Fathimah Az-Zahro ra di atas, semoga para istri dapat diridloi oleh para suami, gadis remaja Muslimah menjadi semakin islamiy, generasi masa depan semakin robbaniy, dan per'adaban Islam akan semakin jaya kembali. Terimakasih, semoga bermanfa'at untuk kita semua dan bisa menjadi syafa'at di hari qiyamah kelak. Aamiin. 

Jumat, 20 Agustus 2021

Solusi untuk Manusia

 

Sejarah dan Opini tentang COVID-19 serta Solusi dari Ummat Muslim untuk Ummat Manusia

Oleh: Nur Muhammad

COVID-19 adalah singkatan dari Corona Viruses Disease-19 pandemi yang menyerang saluran pernafasan. Virus ini dapat hidup di metal selama 4 jam, dan kardus selama 24 jam. Berasal dari aktivitas di pasar daging segala hewan liar di kota Wuhan China sekitar tahun 2019. Kalau dulu flu Rusia/China merupakan masalah serius bagi pernafasan pada tahun 1889 dikarenakan manusia yang tidak tenang jiwanya (lupa pada kemanusiaan dan asal-tujuan hidupnya), kini kita mengenal COVID-19. Adzab_Nya yang berasal dari ulah manusia yang serakah dalam merusak bumi dan sistemnya, memutilasi kemanusiaan, kelewat batas, tidak tertata, seenaknya sendiri dan mendzolimi diri-sendiri (mungkin termasuk kita yang sedang diuji agar sadar bahwa kehebatan, kepandaian dan kesaktian bukanlah Tuhan, semuanya adalah milik_Nya dan akan kembali kepada_Nya). Namun ada teori yang menyatakan bahwa virus ini diciptakan di laboratorium Universitas Wuhan yang bekerjasama dengan Amerika Serikat untuk menyilangkan virus-virus sejak tahun 2010 dan merancang skenario aturan kesehatan untuk seluruh dunia sebagai upaya biowar dan mengurangi 15 % populasi manusia di dunia. Mereka yang menciptakan virus, mereka pula yang mengujicobakannya kepada warganya sendiri, lalu dibocorkan ke seluruh negara sehingga ekonomi bangkrut 120 % selama pandemi dan mereka juga yang berlomba-lomba membuat vaksin untuk dijual ke seluruh dunia. Mulailah persaingan untuk membuat vaksin paling efektif mulai dari Mrna-1273 dari Moderna, Ad5-nCOV dari Cansino Biologics, ChADOx1 dari Oxford, INO-4800 dari Inovio Pharmaceuicals, Oral recombinant COVID-19 vaccine dari Imperial College London, Palnt-Based COVID-19 Vaccine dari Mediago, DNA-Based vaccine for COVID-19 dari Altimmune, Johson & Johson dan BARDA, BNT162 dari Pfizer Amerika dan BioNTech, Astra Zeneca dari Inggris dan Swedia (tidak untuk lansia sebab adanya efek samping thrombosis vena serebral sejak 15 Maret 2021), Sinovac.  Karena pengetahuan vaksin di 3 lab Indonesia membutuhkan waktu hingga bulan September 2020, dan cairan anti wabah (yang komposisinya terdiri dari air, garam, sodium hipoklorit, hipoklorit acid, ozon, dicampur hidrogen peroxide) perlu dites dahulu sebagai suplemen (bukan sebagai obat), maka 2 vaksin yang terakhir di atas kini sudah mulai digalakkan pendistribusian dan pemakaiannya di Indonesia pada tahun 2021. Khususnya diperuntukkan kepada lansia, sebab COVID-19 mudah menjangkiti lansia, tidak seperti virus Ebola dan SARS/COV-1 yang belum memiliki vaksin padahal sudah 10 tahun. Mereka juga yang membuat protokol kesehatan guna persiapan menuju the new normal (memakai masker padahal virus dapat hidup di masker selama seminggu, di kain selama 14 jam-mungkin hikmahnya agar kita berhenti berbuat ghibah-fitnah-adu domba-dan menebar hoaks yang penuh kedustaan maka perlu adanya pembagian masker gratis atau pembuatan masker mandiri, menjaga jarak di tengah penyebaran wabah karena kita rentan atau terinfeksi setidaknya hingga tahun 2022 menurut epidemiolog Harvard Professor Marc Lipsitch, mencuci tangan dengan hand sanitizer atau sabun, senam pada pukul 10 pagi, dan tes PCR yang akurasinya hanya 63% sehingga sisanya adalah kategori negatif palsu, serta pemisahan virus/swab sebab virus bertahan selama 1 bulan dan  lain-lain), mereka juga yang mengatur untuk lockdown (efektif jika vaksin tersedia, jumlah sakit yang minim, dan jumlah kematian 0,8 % dari total jumlah penduduk yang padat, adanya dapur umum, serta para miliarder negeri mau berbagi sembako selama 2 bulan) dan kegiatan sosial (seperti sholat Tarowih-‘Id-Jum’at di masjid jami’, belajar di sekolah, pengajian akbar, dan berjualan di warung dan pasar) dibatasi karena dianggap berbahaya untuk kesehatan. Mereka juga yang membuat rakyat menderita, karena menjual untuk tetap survive namun belum tentu ada pembeli atau membeli belum tentu ada penjual (paceklik). Belum lagi adanya larangan untuk mudik fisik meskipun koneksi internet terkadang lancar dengan adanya kuota data sehingga order barang bisa dilakukan sambil selonjoran dan lama-lama kita akan melupakan budaya antre, namun hidup terancam menganggur karena dipecat secara massal dari perusahaan atau dunia kerja. Itupun bagi yang ada kuota, lha yang belum mampu konversi dunia analog ke digital dengan tiadanya kuota data/sinyal dan diskusi dengan teman-teman, apa iya kita akan terus istirahat melihat para siswa terdistraksi di rumah? UMKM hanya akan bertahan hingga tahun 2022, itupun jika memiliki bahan baku sendiri dan pendistribusian barang mau bertransformasi ke sistem digital.  Bahkan ada yang sampai terpaksa mencuri dan merampok, sudah 280 anak yang dirawat per Mei di Indonesia, ada yang meninggal dunia akibat terdampak lockdown tingkat lokal dan rakyat diminta untuk terbiasa dengan virus/virus semakin memutasi menjadi keluarga kita sementara pemerintah tetap sejahtera. Padahal cacing-cacing sebagai penjaga negeri sudah keluar dari tanah karena kepanasan, sebagai sabda dari ’alam. Kok kita belum sadar juga? Bahwa Alloh Swt itu ada dan menyertai kita.

Awalnya Indonesia hanya tembus 5136 kasus positif dengan 469 orang yang meninggal yang dilaporkan oleh media akibat Covid-19 kemudian meningkat menjadi 5923, 7135, 7418, 15.438 kasus positif yang diketahui oleh pemerintah (belum ada 1% dari total 267 juta penduduk yang diperiksa), dan terus saja bertambah hingga sekarang karena pembiasaan baru disikapi dengan shock dan radikal. Beritanya pemerintah Indonesia sudah membeli obat Avigan dan Cloroquine sebanyak 2 juta buah, namun belum ada wujudnya. Setidaknya, solusi perlu disimulasikan terlebih dahulu. Isolasi selama 14 hari di lembaga kesehatan negara juga perlu diterapkan dengan ketat khususnya bagi para wisatawan dari luar negeri, uji sampel terhadap pasien perlu dipercepat menjadi sehari dengan transparansi data dan perbaikan efisiensi uji lab, serta massive testing berskala besar perlu dilakukan dengan cepat begitu pula dengan restriksi perjalanan jauh. Sejak 3 Maret 2021 berdasarkan lembaga virology Robert Koch Institut Jerman, Mutasi virus B. 1.1.7  dari Inggris, Brazil dan Afrika Selatan cepat menular dan berbahaya. Dibutuhkan masker FFP2 atau NG5  setiap 20 menit sekali atau membuka ventilasi selama 5 menit atau antigen, atau vaksin Biontech yang sudah diuji oleh WHO dan European Medicines Agency pada akhir 2020 yang dikembangkan oleh Ozlem Tureci dan Ugur Sahin, pasutri Muslim Turki sehingga kita (lansia, remaja dan anak-anak) memiliki kartu vaksin dengan QR-Code, atau bernafas dengan bantuan mesin selama 30 hari, atau berjalan dengan bantuan rollator, atau didialisis jika virus menyerang jantung.

Virus akan mati jika droplet (dari mulut, tenggorokan, paru-paru, lendir mata dan saluran air mata) kering di tempat yang lembab. Setidaknya kita mencadangkan pakan ternak selama 14 hari, dan tidak berinteraksi dengan pasien Covid-19 selama seminggu. Pengobatan ranahnya berada dalam kemampuan praktisi professional biologi dan kesehatan dan kita percaya akan hal itu. Pemerintah juga wajib percayakan hal ini pada mereka. Sebab ahli kesehatan-medis dan farmasi kita mampu mengatasi virus yang mampu bertahan di besi-atom dan alumunium ini.

Bahkan kini tenaga medis yang memakai prokes dan APB saja dapat terpapar oleh varian baru Delta. Sementara oxymeter, stok plasma konvalasen, layanan vaksinasi, layanan makanan gratis bagi pelaku isolasi mandiri dan tabung oxygen terbatas. Kini mobil ambulans berkeliling desa, mengambil atau mengantarkan mayat ke pemakaman sebab meskipun kita letih-lapar-gelisah-putus asa-menangis karena anak isteri belum tentu makan-keuangan tidak jelas-terjebak dalam kesunyian dengan glundhang-glundhung karena lockdown di rumah (berarti virus lebih baik dari kita sebab hal-hal di atas tidak perlu kita takutkan), hendak ke masjid bertaqorrub juga dibatasi, toh malaikat Izro’il juga tetap berangkat kerja (kita hikmahi bahwa kematian itu adalah kelahiran bagi kader-kader sholih yang baru) dan yang perlu ditakutkan adalah jika virus ini merupakan ‘adzab dari_Nya. Meskipun virus akan ikut mati, jika yang terpapar meninggal dunia, kita harus tetap berusaha dan ada banyak hal yang dapat kita pilih untuk kita lakukan. Misalnya dengan makan pecel dengan kembang turi, makan rendang dengan diberi daun salam agar tidak berkolesterol, minum air zam-zam ataupun sayuran untuk membersihkan darah, transfer energi kepada keluarga dengan pelukan, memakmurkan bumi dengan gemati dalam menanam dan merawat sayuran seperti cabe-bayam-kangkung-terong-kacang panjang-buncis-selada-jagung manis-serai-empon-empon di pot (re-use sampah plastik) sembari mematangkan konsep pertanian barokah (menanam gandum-kurma dan buah-buahan seperti nanas, pisang yang juga dapat untuk diambil dhebognya dan kelapa yang juga dapat diambil sabut dan bathoknya sebagai hasil kerajinan atau air legennya untuk dimasak menjadi gula Jawa) agar bisa dibagikan kepada tetangga, membuat lumbung pangan tingkat kelurahan bekerjasama dengan pengusaha kecil misalnya dengan menanam singkong atau menanam padi di polybag jika tidak memiliki sawah, beternak lebah madu dengan didukung oleh penanaman bibit bunga matahari, beternak ikan kutuk/gabus-lele-mujair-nila untuk kurang dari 4 bulan panen, beternak ayam kampung petelur, beternak gurame untuk 6 bulan panen, menjual hasil bumi dengan harga yang murah, fermentasi probiotik rempah (tanaman yang berkhasiat untuk lahir-bathin), menanam dengan cara hidroponik (bagi yang tinggal di kota), tetap bertegur sapa meskipun berbeda suku agar bathin tersentuh secara mendalam dan budaya tradisional semakin kaya responnya, pembuatan marketplace bagi para pedagang dan menyiapkan mekasime bisnis desa dengan optimalisasi koperasi (menghimpun dana awal untuk penguatan produksi/bagi hasil dengan donasi alat produksi tepat guna (tenun sutra dengan menanam pohon murbei, kerajinan dari kayu dan bambu, kerajinan dari enceng gondok dan logam mulia serta gerabah-keramik, usaha rumahan untuk pembuatan obat herbal, dll), penguatan produksi termasuk start-up digital, perusahaan mereserve keuangan, membagi zakat, mengadakan Yaasinan sembari bergotong royong dalam gerakan shodaqoh nasi bungkus karena tidak tega jika ada tetangga yang kelaparan (peka terhadap keadaan sosial), keluarga besar bertanggung jawab terhadap kebutuhan makanan keluarga, menabung uang receh di tiang bambu, tetap guyub rukun dengan mendirikan lumbung pangan masjid atau posko relawan untuk mentraktir makanan bagi yang membutuhkan sembari mengadakan sosialisasi hidup bersih dan kesegaran lingkungan serta energi terbarukan, bekerja sama dengan pengusaha akrilik untuk pendistribusian APD agar tidak dikapitalisasi, mendirikan sekolah sawah yang disediakan pula ruang baca untuk anak-anak terdampak sekolah daring, memaksimalkan peran di rumah yakni dengan work from home demi kebutuhan primer dan keluar rumah saat penting saja misalnya hendak belanja ke pasar komoditas desa serta mendidik anak isteri sehingga hidup lebih hemat konsumsi dan mesra antar keluarga, sholat tarowih di rumah, memeriksa suhu tubuh para pemudik, memeriksakan mereka yang sakit ke bidan desa, berhenti import dengan berswadaya dan tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap pencurian melalui penjagaan keamanan oleh polisi dan termasuk warga desa yang kaya, menghibur diri (dengan menggembala kambing, bersepakbola, atau menulis puisi, artikel di koran, naskah drama, skenario film, atau novel Islami), serta tidak menyepelekan virus sebab selembar uang yang kita pakai juga dapat terkena. 

Belum ada rencana darurat nasional pasca Covid-19 mereda (dalam bentuk survivalitas kesejahteraan rakyat yang dikreatifi dengan imun jasadiyah/kesehatan dan rukhiyyah/keselamatan yang menjadi concern utama secara disiplin agar para malaikat menjaga kita dengan perintah_Nya yang bercahaya). Lalu apa hikmah dari semua ini? Dana COVID-19 perlu ditangani oleh negara dengan pendataan, pemetaan, teknis, penggunaan, dan ketepatan penerima yang baik dan serius. Pembiasaan baru juga tidak perlu dipaksakan sebab kita bukan Tuhan yang Maha Memastikan Kesembuhan. Sebenarnya puasa dapat meningkatkan fungi fagosit dari sel netrofil darah (menyerang virus/bakteri tubuh) menurut penelitian Universitas Sadat Kairo. Puasa dapat meresintesis sel-sel imun atau meregenerasi sitem imun dengan konsep autophagy yakni membersihkan sampah protein yang telah rusak. Vaksin, suplemen ramuan empon-empon (kunyit, jahe, kayu manis, cengkeh, bawang merah-putih) sebagai immunomodulator, vitamin, makanan sehat dan do’a hanya merupakan proses tawakkal kita untuk 2 tahun ke depan. Sebab Alloh Swt adalah Sang Maha Pengendali sekaligus Pemilik virus dan Maha Penyembuh. Motivasi dan pembersihan diri memang penting. Namun sudah siapkah kita untuk berpuasa 2 hingga 3 tahun ke depan? Kadar keagamaan dan kejernihan pikiran kita sedang diuji oleh_Nya agar kita kembali melakukan proses spiritual connecting sebagai vaksin ghoib seperti bersujud tahajjud yang meningkatkan limfosit dan imunoglobin M-G-A, beristighfar, bertaubat nashuha, ta’at-takut dan faqir kepada_Nya, qona’ah terhadap qodlo-qodar dari_Nya, bertaqwa kepada_Nya dan mengingat keagungan_Nya sebab kita tidak mampu bersembunyi dari_Nya (kembali mudik kepada_Nya bahwa Dia adalah Perencana Terbaik). Kita perlu menzuhudkan diri dari materialisme dunia agar mental kita kuat yakni dengan laku prihatin, memakmurkan masjid hati dan tetap rajin berkarya untuk mengembangkan fadhilah diri. Mari kita bertahannuts-bermusyawaroh dengan kepala dingin dan berpikir kritis demi solusi bersama menghadapi pembiasaan baru meskipun via daring (untuk penataan sektor-sektor kehidupan yang terpenting di saat wabah) sebagai bukti dari meneladani Rosululloh Saw! Latih kecerdasan kita, ambil tantangan yang ada sehingga kita terbiasa untuk hidup komunal dan jernih wajah kita! Sebab kelak krisis hingga tahun normal 2025 diprediksi akan terjadi peralihan profesi kreatif bahkan di luar bakat pasca pandemi, pertanian dan regenerasi ekspertasi akan menjadi penting sebab para petani terbiasa untuk hidup berswasembada/mandiri dan secara terbatas, pendidikan untuk rakyat akan lebih mengutamakan pesantren, sistem jual beli memungkinkan untuk kembali menggunakan barter barang, industri akan lebih bergerak dalam bidang essensials (produksi non-eksploitatif untuk memenuhi konsumsi) dengan didukung CSR (empati bersama) demi pembangunan manusia, investasi bergerak serius di bidang kesehatan, lebih bijak terhadap data informasi (sebab tidak ada data yang 100% akurat, pasti ada deviasinya) dan pemilihan pemimpin akan lebih hati-hati dan memperbanyak istighfar agar tidak bertubi-tubi ditekan-diberi musibah, dan kebingungan. Apa tidak terlalu cepat jika kita pasrah dan menunggu kehadiran Imam Mahdi untuk meminta petunjuk dari Rosululloh Saw? Padahal kita masih memiliki rijalul ghoib, kyai khosh, musytasyar, mursyid, para pewaris nabi yang memahami ‘ilmu dari kitab kuning, yang kasyaf, dan mampu bermimpi bertemu Rosululloh Saw atau bahkan dalam kondisi terjaga. Tugas kita hanya merintis kembali keimanan-per’adaban Madinah 20-30 tahun ke depan dengan mengutamakan nilai-nilai cinta-kehati-hatian-kedewasaan berfikir dan ‘adab luhur sebagai antivirus dunia, wudlu untuk mengencerkan populasi 180 milyar bioma mikro di kulit-100 milyar di luar serta 1 triyun di karang gigi-irigasi nasal di nasopharing dengan istinsyaq, mencuci tangan setelah bangun tidur, sabar dengan berpuasa agar proses tafakkur terhadap solusi menjadi lebih jernih, yaqin terhadap rizqi bighoiri la yahtasib, membayar zakat sebagai tolak bala’, mentadabburi Al-Qur’an, mendekat kepada Rosululloh Saw dengan berdzikir sholawat yang ‘isyq dalam cinta (khusyu’) hingga berkeringat sebagai riyadloh di rumah dan pesantren-wirid demi imunitas komunal dan keterjagaan cinta serta fikiran yang positif, muhasabah esensi ‘ibadah dan jujur untuk tidak menjual ayat-ayat serta kembali mencintai orang-orang yang sholih dan diwariskan kepada anak cucu kita. Asal masih ada nasi, kopi, rokok, canda ria, dan diskusi, kita masih bisa bergembira dengan mensyukuri hal-hal kecil di sekitar kita bersama para shohabat.

(Sumber: Simbah, dkk)

Minggu, 11 Juli 2021

THORIQOH BA'ALAWY

 Oleh: Ahmad Nur Salim  

THARIQAH ‘ALAWIYYAH (BA’ALAWIY)

Thariqoh ini mengajarkan dan menuntun serta mendidik kita para salik untuk meneladani Rosululloh Saw dalam sunnah (ucapan-sikap dan perbuatan beliau), menjadi seorang ‘abid (menunaikan hak Alloh Swt dan memiliki hati yang sujud kepada_Nya), meni’mati ketakutan-keta’atan dan ridlo pada Alloh Swt, beramal untuk jannah, menerima kritik dari orang lain, berhusnudzdzon kepada manusia yang lain terutama kepada saudara yang Muslim, mendekati ujian dengan menguatkan kesabaran, memperbaiki kualitas diri (tidak peduli pada gelar dan jabatan) agar lebih baik dari hari kemarin, optimis, melihat kesempatan dalam kesulitan, diam dalam rangka menjaga lisan, amanah, pemaaf, bersahaja, lapar, disiplin, tidak putus asa atau mengemis, berjihad dan berkorban demi agama, mengakhiratkan dunia, beribadah fardlu dan sunnah seperti sholat Rowatib (sebab fadhilahnya menyempurnakan sholat fardlu, sebagai limpahan rohmat, lebih baik dari dunia, dan dibangunkan rumah di syurga), merenungkan apa yang telah Alloh Swt akan lakukan kepada kita, meresapi dan merenungi seakan-akan sholat yang sedang dilakukan adalah yang terakhir kali dilakukan agar khusyu’, rajin beribadah di masjid, mencintai akhirat dengan berzuhud (tidak sedih saat kehilangan dan tidak gembira saat diberi Alloh Swt melalui tangan orang lain serta berpakaian sederhana), menemukan kebahagiaan dengan bersyukur dan bershodaqoh (kepada ulama’-fuqoha’ dan orang tua),tenang, tersenyum-melunasi hutang-memberikan makanan- dan mendo’akan kebaikan kepada saudara kita terutama yang Muslim secara sembunyi-sembunyi, gembira saat saudara kita yang Muslim sedang bahagia dan berusaha untuk menghapus kesedihan orang lain, berusaha rajin membaca Al-Qur’an terutama QS. Al-Kahfi-Waqi’ah-Yaa Siin-Thoha setiap malam dan sore, mengamalkan Al-Qur’an, bertaubat dari dosa kecil dan besar, berdakwah, mengucapkan salam kepada Rosululloh Saw, tidak membesarkan hal remeh, mengutamakan keluarga-‘adab-akhlaq mulia di atas ‘aqal-kesehatan-tetangga-ketenteraman jiwa-cerdas emosi-kebersihan air dan rasa kemanusiaan, mengutamakan ‘ilmu daripada harta, memiliki banyak ‘ilmu terutama ilmu agama Islam dengan mendekati dan meneladani orang yang sholih dan ‘adil, ‘arif, setia pada isteri meskipun dia pencemburu, isteri ta’at pada suami, menghargai dan memuliakan orang yang mulia terutama kepada guru, memiliki shohabat, mengungkapkan kebenaran, menghindari bisikan syaithon (berupa keburukan-pura-pura-adu domba-umpatan dan sindiran-ghibah-fitnah-dosa seperti riya’ dan ‘ujub-kefasiqan-takabbur-munafiq dan durhaka) demi menjaga hati dan menutupi ‘aib saudara kita terutama yang Muslim, melakukan kebaikan meskipun hal kecil (tidak membunuh semut, tidak berada di sebelah burung yang sedang minum di kolam, tidak mengagetkan kucing yang ada di tengah jalan, dan memberikan sisa makanan kepada makhluq yang lain), memandang bahwa hal baik itu baik dan sebaliknya, memiliki ‘adab ber’ilmu (menulis hal baik yang didengar-menyalin hal baik yang dibaca-dan mengajarkan hal baik yang dihafalkan), mengajari anak mengaji dan akhlaqul karimah, berdo’a (umur panjang, iman, taqwa, rizqi yang halal dan thoyyib), menabur bunga/menanam pohon di atas maqom, berjuang untuk istiqomah dalam mengikuti kebaikan misalnya dengan memiliki dzikir wirid dan rotib, bekerja dan makan makanan yang halal, waro’, membuat hidup lebih barokah dengan bacaan basmalah dan hamdalah, mengambil hikmah dari takziyah yakni dengan bersiap menuju kematian. 

Semoga kita mampu mengamalkannya meskipun satu kalimat saja. Semoga bemanfaat bagi ummat manusia. Aamiin.

(Sumber: Al-Habib ‘Abdillah bin ‘Aliy bin Muhammad bin Zayn Al-’Aydrus, 12 Maret-11 Juli 2021)

Sabtu, 24 Februari 2018

lanjutan novel: Romansa Cinta

Ahmad Tohari, dulu nama kecilnya adalah Jarot. Jarot dalam kamus Jawa Kawi berarti perkasa, kuat. Karena sejak lahir, tulang yang menyusun tubuhnya besar dan dia juga dianugerahi daging yang tebal. Seperti ikan tongkol dalam bahasa ikan. Masa kecil Jarot begitu menyenangkan. Dia sering dibelikan mainan kesukaannya mulai dari truk pasir dari kayu, layang-layang, kelereng, bola sepak hingga robot yang mampu berjalan sendiri. Belum ada mobil remote control ketika itu, tetapi mobil dengan baterai sudah cukup menghiburnya ketika itu. Dia juga sering diajak jalan-jalan ke kebun binatang, candi-candi dan juga wisata air oleh orang tuanya. Sayangnya, sejak pertengkaran antara ayah dan ibunya memuncak (masalah nafkah kurang karena terbiasa hidup mewah dan terguncang krisis moneter ‘98), kebahagiaan Jarot tercerabut hingga ke akarnya. Yang Jarot dengar di rumahnya hanyalah cek-cok yang tiada habisnya. Piring-piring yang jatuh akibat dibanting dari rak ke lantai. Luka goresan atau tamparan yang melayang di pipi ibunya sering dia lihat. Bahkan terkadang dia juga menjadi korban penganiyaaan. Membuat Jarot remaja mengambil kesimpulan bahwa dia harus mendapatkan cinta, apapun jalan yang harus ditempuh olehnya.
Maka dalam perjalananan hidupnya sampai orangtuanya diceraikan oleh pihak pengadilan, dan dia dititipkan di pesantren Al-Huda, dia mencoba untuk cari perhatian dengan segala usaha. Mulai dari menjadi tukang cuci pakaian santri hingga menjadi tukang kebun seperti sekarang ini. Pekerjaan yang dijalaninya hingga kini mengantarkan dia melihat sekaligus mengenal Umi Kulsum dari jauh, gadis idaman hatinya itu.
Jarot, menurut Abah adalah nama yang kurang pas untuk pribadi lembut seperti dia. Dia sering membantu santriwati menyiram bunga mawar di depan teras pesantren. Dia juga sering membawakan belanja berupa sayuran dan sembako jika Neng Fatimah tampak letih. Dia juga sering membantu abah untuk mengisi air di bak mandi santri putri. Meski begitu, dia tidak pernah mengaji bersama para santri lain dan tidak pernah menaruh hati pada Neng Fatimah. Baginya, mungkin aib jika mencintai putri abah.
Maka di suatu hari yang baik karena membarengi hajatan akhirussanah pesantren, Abah Rasyid memberikannya nama: Ahmad Tohari agar menjadi pribadi yang mulia dan terpuji. Tetapi apakah dia akan seperti yang diinginkan oleh abah berdasarkan namanya yang bagus itu? Wallohu a’lam. Setiap orang berharap dia akan menjadi anak yang baik.

1.      Dari Kantin Pesantren hingga ke Kamar Mandi

Warung makan Bang Tegar senantiasa menjadi gula bagi semut-semut kecil yang imut itu. Termasuk aku yang menjadi ghonthengnya. Karena keenakan dan kesedapan resep masakannya, Bang Tegar juga terkenal ramah dan penuh perhatian terhadap masalah-masalah yang lagi ngehits di kalangan pelajar atau pemuda/i. Apa itu? Cinta. Aku sering curhat padanya. Tidak lain yang kubicarakan adalah dua gadis yang ada di sekitarku, mereka adalah Neng Fatimah dan Dik Umi. Akan tetapi aku lebih sering cerita tentang Neng Fatimah. Karena bagiku, Dik Umi hanyalah

Sabtu, 13 Januari 2018

Romansa Cinta 1

1.      Pertemuan Dua Hati
(terinspirasi dari perjalananku 3 bulan lalu ke PP. Al-Husain, Magelang)

Aku masih teringat dengan kejadian lima tahun yang lalu ketika aku mendaftar di pesantren ini. Ketika itu aku duduk di sekretariat dan melihat-lihat administrasi masuk pesantren. Begitu banyak dan membuatku lemas. Birokrasi di Indonesia masih saja berbelit-belit jika ingin menuju puncak kesuksesan. Ingin derajat diangkat? Ya harus berjuang mati-matian guna mendapatkannya. Lalu yang kulakukan waktu itu adalah berjuang melengkapi persyaratan baik yang administratif maupun akademis. Semua kelar dalam kurun waktu seminggu. Alhamdulillah, alam masih mendukungku untuk tetap bertahan di atas bumi ini.
 Satu hal yang masih terus bersarang di otakku adalah ketika itu pagi hari. Awan begitu sedikit di langit yang biru. Anginpun berhembus sepoi pelan. Burung-burung lebih memilih berkicau di dahan pepohonan yang rindang itu. Hawa waktu itu sedikit hangat, sehingga bunga-bunga sedia untuk mekar. Aroma harum tercium sebentar-sebentar jika tertiup angin. Segar di hidung yang sempit ini. Ada bidadari lewat: Neng Fatimah. Dia adalah cahaya dalam hari ini. Kupu-kupu dengan sayap yang warna-warni. Seperti ingin ditangkap saja. Dia bagaikan salju bersih yang belum mendarat ke tanah. Dialah angin yang bersama awan kemanapun. Mungkin akulah awannya. Entah kenapa degub jantung ini bertembah ritmenya dan aku bisa sepuitis ini padahal aku tidak belajar sastra secara intens. Entahlah rasa cinta ini sepertinya yang akan memperkuat segalanya di hidupku di hari-hari selanjutnya.
*******
Hari Senin pagi, adalah awal dari aktivitas setiap manusia di bumi ini. Aktivitas apapun mulai dari bermain bagi anak-anak PAUD, belajar bagi kaum pelajar dan mahasiswa-santri, serta seorang pekerja yang seperti aku ini. Begitu pula bagi dewan pengasuh PP. Al-Huda, mereka mengabdikan diri untuk mencerdaskan bangsa demi persiapan masa depan negeri yang lebih baik. Hari Senin adalah hari teristimewa bagiku. Karena dapat satu majelis ilmu dengan Neng Fatimah (hatiku kala itu masih dipenuhi oleh ego rendah). Majelis tafsir hadits bersama Abah Yai Rasyid. Mata pelajaran terfavorit di pesantrem bagi kami para santri yang ingin mengkorelasikan dunia nyata dengan hukum-hukum klasik, atau menganalisa hikmah yang terungkap dalam kisah-kisah riwayat Rasulullah sebagai pedoman hidup dan pelita dalam berjuang di dunia ini.
Pagi ini cerah berawan. Kata berita cuaca di TV saat aku sarapan setelah mengikuti majelis ilmu. Ya, mungkin secerah hatiku saat ini. Aku bisa melihat sekilas wajah Neng Fatimah yang lewat di dapur saat aku melahap masakan buatannya. Ini adalah menu untuk calon suami, dan akan menguatkanku saat mengajar nanti hingga sore hari. <pikirku kePDan kala itu>. Wajah ayu bersih yang meneduhkan dan menundukkan nafsu itu sangat kurindui. Jilbab kurung berwarna biru tua, favoritku. Wajah yang memancarkan cahaya bekas wudhu. Benar-benar shalihah gadis satu ini. Jika aku bisa menjadi suaminya, pasti aku akan bahagia dunia akhirat. Intinya, aku akan menjadi semakin baik pula berkat dukungannya. Cinta adalah anugerah dari-Nya yang cukup besar bagiku. Jadi tak perlu kutolak mentah-mentah dong.
Tetapi pikiranku kembali mengakar, aku mah siapa atuh? Hanya debu yang siap diterbangkan angin di padang sahara yang sangat luas. Bahkan jika disamakan dengan debu neraka saja aku tak sebanding. Tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengannya. Nyaliku kembali ciut dan kemudian aku perbanyak membaca kalimah istighfar pada-Nya. Sang Maha Cinta. Aku harus banyak-banyak refleksi, muhasabah dan memperbaiki akhlak dan ilmu agama serta bekal diri jika ingin mendapatkan istri semulia dia, “ Ah Neng Fatimah… kamu membuatku mabuk cinta.” Aku mulai mengigau karena aku sadar aku kesiangan. Baru bangun dari tidur panjangku. Aku ingat semalam aku begadang bersama Kang Sulaiman membahas masa depan bangsa dan agama ini. Aku berkesempatan tidur baru pada pukul 02.00 WIB dini hari.
“Wah gawat, sudah bakda shubuh!” teriakku saat terbangun kesiangan. Aku harus segera menarik handuk dari tali jemuran pakaian menuju kamar mandi. Aku mandi, berwudhu, menunaikan shalat shubuh di kamar dan menstater motorku (memanaskan mesinnya) guna persiapan berangkat ke MI!” kataku tergesa-gesa mengambil sandal dari longan kasur. <Bodoh, bodoh, bodoh! Dibodohi oleh mimpi tentang cinta abstrak!> Bisik syetan mengejekku dari bilik hati sebelah kiri. Aku merengut sambil kembali ke kamar untuk melipati selimut dan jaket tidur.
MasyaAllah, tidak ada yang berani membangunkanku!” teriakku kesal meski terdengar pelan sambil melihat sekeliling. Para santri sudah siap dengan seragam SMP dan SMKnya. Sementara aku yang diamanahi sebagai lurah kamar masih enak-enakan tidur sedari tadi. Innalillah! Ini mah bukan pagi yang cerah, tetapi awal dari sialnya aku kelak di akhirat. Pikirku mencaci diriku sendiri. Beginilah jadinya jika terlalu dalam tenggelam dalam telaga merah jambu ketika berdakwah di pesantren.
“Aku harus bertaubat mulai sekarang. Kalau perlu taubat yang nashuha. Aku harus selesaikan dulu tujuan impianku terdekat ini. Tidak boleh lagi terpikirkan oleh abstraksi cinta.” Tekadku dalam hati. Aku berjalan ke motorku yang baru: Vixion. Dalam shalat shubuhku tadi aku pasrah. Dalam do’aku aku memohon:
“Ya Allah Yang Maha Pengampun, Ampuni dosa-dosa Hamba, hapus segala kesalahan Hamba, kuatkanlah Hamba di jalan dakwah ini, tegarkanlah dan bersih hati dalam membentengi diri dari hal-hal yang menggoyahkan terutama cinta ini! Karena hanya kepada Engkau Hamba meratap dan memohon ampunan. Semoga ke depan lebih baik. Amiin.” Aku mengusapkan kedua telapak tangan ke wajahku yang masih tersisa bekas tidur kesiangan. Aku kusut dan merasa tenang ketika mulai berdzikir “Ya Lathif” sebanyak seribu kali sambil mengoperasikan motor ini ke jalanan yang padat kendaraan. Tidak ada yang mengganggu meski aku

Rabu, 27 Desember 2017

tugas artikel Prof. Zakiyuddin

Urgensi Studi Islam Interdisipliner di Era Milenial
Oleh: Nur Salim (12010170033)
(Mahasiswa Pascasarjana Manajemen PAI IAIN Salatiga Kelas B 2017)

A.    Latar Belakang Masalah
Setelah menjalani perkuliahan Pendekatan Metode dan Studi Islam, penulis merasa ada yang perlu diperhatikan dari beberapa peristiwa yang ditemui oleh penulis jika dikaitkan dengan mata kuliah tersebut. Diantaranya adalah adanya pembenturan kebenaran oleh beberapa kelompok, kurang efektifnya metode mengajar guru di madrasah, proses golbalisasi, dinamika komunitas agama, hingga konspirasi yang ada di dunia internasional pasca digulirkannya era globalisasi.
Penulis menemukan sejumlah temuan data terkait istilah kunci seperti pendidikan karakter, pendidikan tanpa kekerasan, media maya sebagai sumber pembelajaran, media rumahan, bentuk kesalehan di kampus, salah paham mengenai tasawuf, dan konservasi lingkungan. Sejumlah istilah ini sering digunakan oleh beberapa pihak untuk saling berkonflik (kurikulum yang memberatkan pada tugas administrasi daripada mengajar, salah makna hukuman fisik oleh guru ketika anak bandhel, plagiarism, labeling bid’ah pada perjalanan spiritual para sufi oleh mahasiswa, eksploitasi pada alam). Padahal seharusnya istilah-istilah di atas dapat dicarikan solusinya sehingga kehidupan manusia mendekati makna maslahat (menuju masyarakat terdidik dan madani). Dalam Majalah Islami al-Kisah No. 11/Tahun VIII/31 Mei-13 Juni 2010 (halaman 27) dijelaskan bahwa jika kita mau belajar dengan kembali di masa lalu, para ulama’ menampilkan perbincangan yang sarat perbedaan pendapat namun tidak ada caci maki, saling ejek atau saling tuduh ahli bid’ah. Sebab masing-masing sadar bahwa setiap ulama’ memiliki dasar argument. Meskipun lebih meyakini kekuatan argumentasi sendiri, mereka tetap menghormati pendapat ulama’ lain. semakin tinggi ilmu mereka, semakin tawadlu’ jiwa mereka.
Maka dari itu, penulis hendak menyodorkan beberapa pertanyaan yang akan penulis telusuri jawabannya. Tentunya, dengan pembatasan masalah sebagai berikut:
B.     Rumusan Masalah
Pertanyaan yang akan penulis batasi dalam problem saat ini adalah berkisar pada sebuah kalimat: “Bagaimana Studi Islam menjawab permasalahan labeling bid’ah pada pemaknaan tasawuf, pendidikan karakter dan media maya sebagai sumber pembelajaran, bentuk kesalehan di kampus konspirasi media internasional dan urgensinya terhadap kehidupan seorang muslim?”
C.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini bermaksud sebagai pelurusan metode berpikir, bertindak dan beraktualisasi terhadap dinamika masalah kehidupan baik di lingkungan madrasah, kampus maupun rumah/masyarakat bagi manusia ke depannya.
D.    Metodologi dan Pendekatan
Metodologi yang penulis gunakan dalam memberikan solusi terhadap problem-problem di atas adalah kualitatif dengan pendekatan filosofis-humanisme teistik.
E.     Hasil Temuan Penelitian

Sabtu, 09 Desember 2017

lanjutan cerpen

1.      Pagi Anugerah
Pagi itu benar-benar cerah secerah wajah Abdul yang senantiasa tersenyum karena bangga-bahagia. Siratan mega merah di pojok langit dengan manik-manik awan putih tipis menandakan bahwa fajar telah tiba. Tetapi tidak begitu bagi hati Abdul: hatinya penuh awan putih bersih. Perjalanan menuju gedung serba putih di pinggir selasar Tawangmangu benar-benar membuatnya waspada. Sesekali dia menarik nafas panjang. Ini pertama kalinya baginya menuju gedung itu semenjak kepulangannya dari Iran pasca mengakhiri studi S3 dan riset ilmiahnya di sana. Jalan Karanganyar-Solo memang selalu macet di pagi hari apalagi hari awal aktivitas, Senin. Seakan-akan jalan dipadati oleh bebek-bebek matic dan juga kijang besi alias mobil.
Sedikit-sedikit lampu lalu lintas menyala. Menyetop dan melancarkan perjalanan. Harus tengok kanan-kiri karena banyaknya perempatan yang memungkinkan adanya kecelakaan. Baik ringan maupun berat. Pernah dua atau tiga kali kecelakaan terjadi dalam satu hari di jalan yang sama. Maka resep perjalanan yang baik adalah memakai helm bagi kendaraan roda dua atau sabuk pengaman bagi mobil dan tentunya berdo’a sebelum berangkat. Insya Allah  tuhan akan melancarkan perjalanan kita ketika hati dipenuhi oleh selimut tawakkal pada-Nya. Apalagi jika masih tinggal bersama kedua orangtua, tidak ada salahnya jika berpamitan. Karena mereka akan memberikan do’a selamat bagi putra-putrinya.
Jarak yang tidak begitu jauh dari yayasan memang menjadi kesenangan tersendiri bagi Abdul untuk mengantar sang Pujaan Hati menuju medan jihad. Tempat parkiran yang luas sangat representatif bagi keduanya untuk berjalan berdua dengan romantisnya. Sehingga tidak ada satupun yang akan mengganggu perjalanan cinta mereka.
Tangga-tangga menuju ruang utama dengan bangsal-bangsal yang bersih nan putih. Naluri Abdul mengucapkan bahwa nanti akan hadir sang malaikat penjaga. Berbaringlah Anna di kasurnya lalu terdengar suara langkah suster berbaju putih. Warnanya seperti dinding dan bangsal-bangsal tadi.
Tarikan nafas yang terengah-engah dan perjuangan tiada akhir dilakukan Anna. Akhirnya lahirlah dua putra-putri kembar. Bersih tanpa dosa. Senyuman syukur tergambar di wajah kedua orang tua. Seorang bapak dan ibu muda.
“Kini aku menjadi seorang ayah!” teriak Abdul dengan puasnya.
“Benar aku kini menjadi ibu, hahaha.” Kata Anna menyahut.
“Aku menjadi seorang ayah, Alhamdulillah Ya Allah.” Kata Abdul sekali lagi.
“Dan aku menjadi ibu, mas. Hemm... sepertinya akan tambah menyenangkan!” seru Anna. Matanya mengerjap-ngerjap, berbinar bahagia.
Abdul segera bersujud syukur tiga kali sambil bertakbir lirih saking bahagianya.
Akhirnya yang dinanti-nantikan datang juga. Abdul menimang bayi. Kembar lagi. Betapa bahagianya mereka berdua. Sebuah kisah baru sang bayi dan kisah yang indah bagi kedua orang tuanya.

2.      Hari Duka
Kebiasaan jika Abdul merasakan gerah atau galau pasti akan