BAB I
PENDAHULUAN
PTUN adalah peradilan yang memiliki kekhasan tersendiri dimana
dalam perihal sengketa, pejabat pemerintah yang menjadi pihak tergugat dan
rakyat sebagai pihak penggugatnya. Hukum
acara PTUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana
pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan hukum TUN. Proses persidangannya pun unik, karena sebelum bersidang
pasti ada yang disebut pemeriksaan pendahuluan. Yang terdiri dari rapat
permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan.
Setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan, baru menginjak
pemeriksaan di tingkat pertama. Makalah ini akan mengulas secara singkat
tentang pemeriksaan di pengadilan beserta perangkat-perangkatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
A.
Pemeriksaan
di Tingkat Pertama
Pada umumnya dilakukan di pengadilan TUN, terkecuali untuk sengketa
yang menurut peraturan perundang-undangan , sengketa dapat diselesaikan
terlebih dulu melalui upaya administratif, maka pemeriksaan di tingkat pertama
dilakukan oleh pengadilan Tinggi TUN. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua
cara:
1.
Pemeriksaan
dengan acara biasa.
Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan suatu majelis
yang terdiri dari 3 (tiga) orang hakim dan seorang hakim ketua sidang, yang
bertugas memimpin sidang. Pengadilan bersidang pada hari yang telah ditentukan
dalam surat panggilan dan pada permulaan sidang. Sidang bersfat terbuka untuk
umum. Jika hakim tidak memutuskan demikian, maka siding batal demi hukum.
Bila pada hari siding pertama ternyata penggugat atau kuasanya
verstek, maka dilakukan pemanggilan kedua. Tetapi jika di pemanggilan kedua
tetap saja penggugat atau kuasanya verstek, maka gugatan dianggap gugur dan
penggugat harus membayar ongkos perkara. Dalam hal ini, penggugat dapat berhak
memasukkan gugatan sekali lagi dengan membayar uang muka biaya perkara (pasal
71 UPTUN) (Abdullah, 1996:49).
Apabila tergugat atau kuasanya berturut-turut dua kali sidang tidak
hadir, maka
hakim ketua sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat
memerintahkan tergugat menanggapi gugatan. Setelah lewat waktu 2 bulan sejak
pengiriman penetapan, ternyata tidak ada berita, baik dari tergugat atau dari
atasan tergugat, maka hakim ketua sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan
pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa tanpa hadirnya tergugat
putusan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya.
Dalam pemeriksaan sengketa TUN perubahan gugatan dan jawaban
gugatan masih dapat dilakukan sampai dengan duplik dan replik, asal disertai
dengan alasan yang cukup dan tidak merugikan pihak lawan. Perubahan ini harus
dipertimbangkan oleh majelis yang memeriksa sebelum diijinkan. Dalam perubahan
ini, penggugat juga berhak untuk mencabut gugatan sebelum adanya jawaban dari
tergugat, asal disetujui oleh tergugat.
2.
Pemeriksaan
dengan Acara Cepat
Jika pengguggat mendapatkan kepentingan yang cukup mendesak, dia
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa
dipercepat. Baik dalam hal proses pemeriksaan maupun pemutusannya. Sebagai
contoh yaitu adanya gugatan terhadap keputusan Tata Usaha Negara yang berisikan
perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati oleh pengguggat. Selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari sesudah permohonannya diterima, ketua pengadilan
mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau dikabulkannya permohonannya
tersebut.
Jika permohonan dikabulkan, maka sidang akan dipimpin oleh seorang
hakim tunggal. Ketua pengadilan akan menetapkan hari, tanggal, waktu dan tempat
siding tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dilakukan dalam
pemeriksaan sengketa dengan cara biasa. Untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua
belah pihak, masing-masing tenggang waktu maksimal 14 hari (Abdullah, 1996:57).
B.
Verstek/Ketidakhadiran
di Persidangan
Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak datang pada
hari sidang pertama. Putusan verstek di kenal dalam hukum acara perdata dan
boleh dijatuhkan pada hari sidang pertama, apabila tergugat tidak datang
setelah dipanggil dengan patut. Dan di dalam hukum acara PTUN tidak dikenal
dengan putusan verstek, karena badan atau pejabat TUN yang digugat itu tidak mungkin
tidak diketahui kedudukannya.
Mengenai ketidakhadiran para pihak,
undang-undang telah memberikan pengaturan sebagai berikut:
1. Penggugat tidak hadir
Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986
menyatakan bahwa ”Dalam hal Penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan
pada hari pertama dan hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan
patur, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara”.
2. Tergugat tidak hadir
Pasal 72 UU Nomor 5 Tahun 1986
menyatakan bahwa:
a. Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir di
persidangan dua kali sidang berturut-turut dan/atau tidak menanggapi gugatan
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun setiap kali telah
dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta
atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan.
b. Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan
dengan surat tercatat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
diterima berita, baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim
Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa
dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat.
c. Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya
setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secara tuntas.
Maksud utama sistem verstek ini adalah mendorong
para pihak menaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan
penyelesaian perkara terhindar dari anarki atau kesewenangan. Proses
pemeriksaan perkara mesti dihadiri para pihak menurut undang-undang, maka
pernyataan ini tentu dapat dimanfaatkan oleh tergugat untuk membatalkan
penyelesaian perkara. Setiap kali dipanggil, tergugat tidak menaatinya dengan
maksud untuk menghambat pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
Syarat sah penerapan verstek kepada tergugat
merujuk pada pasal 125 ayat 1 HIR atau pasal 78 Rv. Syarat-syaratnya antara
lain:
1.
Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
a.
Yang melaksanakan pemanggilan juru sita.
Hal itu ditegaskan dalam pasal 388 jo. Pasal 390
ayat 1 HIR, yang diwajibkan menjalankan panggilan adalah juru sita PN. Jika
pihak yang hendak dipanggil berada di luar yuridiksi relative yang dimilikinya.
Pemanggilan dilakukan dengan mengutus juru sita yang berwenang di daerah hukum
itu.
b.
Bentuknya dengan surat panggilan
Berdasarkan pasal 390 ayat 1, pasal 2 ayat 3 Rv,
panggilan dilakukan dalam bentuk surat tertulis yang disebut surat panggilan
atau disebut bericht report. Maka panggilan tidak sah jika berbentuk
lisan karena secara teknis yustisial sangat sulit atau tidak dapat dibuktikan
kebenarannya sehingga dapat merugikan kepentingan tergugat.
2.
Tidak hadir tanpa alasan yang sah.
Jika tergugat tidak datang menghadiri panggilan
siding tanpa alasan yang sah, syarat ini ditegaskan dalam 125 ayat 1 HIR:
a.
tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa atau
tidak mewakilkam orang lain sebagai kuasa.
b.
Tergugat telah dipanggil dengan patut, tetapi tidak
menghiraukan dan menaati panggilan tanpa alasan yang sah.
c.
Dalam kasus seperti itu, hakim dapat dan berwenang
menjatuhkan putusan verstek, yaitu putusan di luar hadir tergugat.
Jadi,
apabila tergugat in person atau wakilnya pun tidak hadir dalam pemeriksaan di
siding pengadilan yang ditentukan, padahal telah dipanggil dengan patut.
Konsekuensinya adalah tergugat dijatuhi putusan verstek.
3.
Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi.
Berdasarkan pasal
125 ayat 2 jo. Pasal 121 HIR, hukum acara memberikan hak kepada pihak tergugat
untuk mengajukan eksepsi kompetensi, baik absolute berdasarkan pasal 134 HIR
atau relative berdasarkan pasal 133 HIR. Apabila tegugat tidak mengajukan
eksepsi, kemudian tergugat tidak memenuhi panggilan siding berdasarkan alasan
yang sah, maka hakim dapat langsung menyelesaikan perkara berdasarkan verstek (http://rofikangkung.blogspot.com/2012/11/hukum-acara-perdata-putusan-gugur.html)
Bentuk Putusan Verstek
Bentuk Putusan
verstek diatur dalam pasal 125 ayat 1 HIR, pasal 149 RBG, dan pasal 78 Rv.
Pasal 125 ayat 1 berbunyi: “Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu
diperiksa, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun
ia dipanggil dengan patut maka gugatannya itu diterima dengan tidak hadir
(verstek), kecuali kalau nyata kepada PN bahwa pendakwa itu melawan hak atau
tidak beralasan.”
Bentuk
putusan verstek yang pertama, mengabulkan gugatan penggugat. Apabila hakim
hendak menerapkan verstek, putusan yang harus dijatuhkan adalah dengan
mengabulkan gugatan penggugat. Hal ini semata-mata berdasarkan surat gugatan
yang diajukan oleh penggugat tanpa perlawanan dari pihak tergugat.
Bentuk
putusan kedua adalah menolak gugatan penggugat. Jika menurut pertimbangan
hakim, gugatan yang diajukan tidak didukung alat bukti yang memenuhi batas
minimal pembuktian, hakim dapat menolak gugatan penggugat. Jika pihak penggugat
keberatan akan putusan itu, dia dapat mengajukan banding berdasarkan pasal 8
ayat 1 Undang-Undang no. 20 tahun 1947.
Dalam suatu perkara telah diputus secara verstek, dapat
dilakukan upaya hukum berupa verzet, yang diajukan di pengadilan yang
memutus verstek tersebut dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.
Sesuai Pasal 129 HIR/153 RBg, Tergugat/para tergugat yang
dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14
hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada
tergugat semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada
yang bersangkutan. Pasal 391 HIR dalam menghitung tenggat waktu maka
tanggal/hari saat dimulainya penghitungan waktu tidak dihitung.
b.
Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat
sendiri dan pada waktu aanmaning tergugat hadir, maka tenggat waktunya sampai
pada hari kedelapan sesudah aanmaning (peringatan).
c.
Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning maka tenggat
waktunya adalah hari kedelapan sesudah sita eksekusi dilaksanakan. (Pasal 129
ayat 2 Jo. Pasal 196 HIR dan Pasal 153 ayat 2 Jo. Pasal 207 RBg). Kedua perkara
tersebut (perkara verstek dan verzet terhadap verstek) didaftar dalam satu
nomor perkara.
d.
Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh Majelis Hakim yang
telah menjatuhkan putusan putusan verstek.
e.
Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan
verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara
keseluruhan. Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa (lihat Pasal 129
ayat 3 HIR, Pasal 153 ayat 3 RBg dan SEMA No 9 Tahun 1964).
f.
Apabila dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (pelawan) tidak
hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan secara contracdictoire, akan tetapi
apabila pelawan yang tidak hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk
kedua kalinya. Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya ini tidak
dapat diajukan perlawanan, tetapi bisa diajukan upaya hukum banding (pasal 129
ayat 5 HIR dan Pasal 153 ayat 5 RBG).
g.
Apabila verzet diterima dan putusan verstek dibatalkan maka amar
putusannya berbunyi: menyatakan pelawan adalah pelawan yang benar, membatalkan
putusan verstek, mengabulkan gugatan penggugat atau menolak gugatan penggugat.
h.
Apabila verzet tidak diterima dan putusan verstek tidak
dibatalkan, maka amar putusannya berbunyi: "Menyatakan pelawan
adalah pelawan yang tidak benar" atau "Menguatkan putusan
verstek tersebut".
Terhadap putusan
verzet tersebut kedua belah pihak berhak mengajukan banding.
Dalam hal diajukan banding, maka berkas perkara verstek dan verzet
disatukan dalam satu berkas dan dikirim ke Pengadilan Tinggi dan
hanya menggunakan satu nomor perkara (http:// Fakultas Hukum Panji Sakti - Bahan Kuliah PTUN.html)
BAB III
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
1.
Pemeriksaan di pengadilan terdiri dari pemeriksaan cepat dan
pemeriksaan biasa.
2.
Mengenai putusan verstek dilakukan jika:
a.
Penggugat tidak
hadir
Pasal 71 ayat
(1) UU Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa ”Dalam hal Penggugat atau kuasanya
tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan hari yang ditentukan dalam
panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun
setiap kali dipanggil dengan patur, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat
harus membayar biaya perkara”.
b. Tergugat tidak hadir
3. Dalam suatu perkara
telah diputus secara verstek, dapat dilakukan upaya hukum berupa verzet.
4. Bentuk putusan verstek yang pertama, mengabulkan
gugatan penggugat atau justru menolak gugatan penggugat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdullah,Rozali, 1996. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2.
http:// Fakultas Hukum Panji Sakti - Bahan Kuliah PTUN.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar