Minggu, 27 April 2014

pemeriksaan di pengadilan, Hukum Acara PTUN

BAB I
PENDAHULUAN
PTUN adalah peradilan yang memiliki kekhasan tersendiri dimana dalam perihal sengketa, pejabat pemerintah yang menjadi pihak tergugat dan rakyat sebagai pihak penggugatnya.  Hukum acara PTUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum TUN. Proses persidangannya pun unik, karena sebelum bersidang pasti ada yang disebut pemeriksaan pendahuluan. Yang terdiri dari rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan.
Setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan, baru menginjak pemeriksaan di tingkat pertama. Makalah ini akan mengulas secara singkat tentang pemeriksaan di pengadilan beserta perangkat-perangkatnya.











BAB II
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
A.    Pemeriksaan di Tingkat Pertama
Pada umumnya dilakukan di pengadilan TUN, terkecuali untuk sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan , sengketa dapat diselesaikan terlebih dulu melalui upaya administratif, maka pemeriksaan di tingkat pertama dilakukan oleh pengadilan Tinggi TUN. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua cara:
1.      Pemeriksaan dengan acara biasa.
Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan suatu majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang hakim dan seorang hakim ketua sidang, yang bertugas memimpin sidang. Pengadilan bersidang pada hari yang telah ditentukan dalam surat panggilan dan pada permulaan sidang. Sidang bersfat terbuka untuk umum. Jika hakim tidak memutuskan demikian, maka siding batal demi hukum.
Bila pada hari siding pertama ternyata penggugat atau kuasanya verstek, maka dilakukan pemanggilan kedua. Tetapi jika di pemanggilan kedua tetap saja penggugat atau kuasanya verstek, maka gugatan dianggap gugur dan penggugat harus membayar ongkos perkara. Dalam hal ini, penggugat dapat berhak memasukkan gugatan sekali lagi dengan membayar uang muka biaya perkara (pasal 71 UPTUN) (Abdullah, 1996:49).
Apabila tergugat atau kuasanya berturut-turut dua kali sidang tidak hadir, maka
hakim ketua sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat menanggapi gugatan. Setelah lewat waktu 2 bulan sejak pengiriman penetapan, ternyata tidak ada berita, baik dari tergugat atau dari atasan tergugat, maka hakim ketua sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa tanpa hadirnya tergugat putusan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya.
Dalam pemeriksaan sengketa TUN perubahan gugatan dan jawaban gugatan masih dapat dilakukan sampai dengan duplik dan replik, asal disertai dengan alasan yang cukup dan tidak merugikan pihak lawan. Perubahan ini harus dipertimbangkan oleh majelis yang memeriksa sebelum diijinkan. Dalam perubahan ini, penggugat juga berhak untuk mencabut gugatan sebelum adanya jawaban dari tergugat, asal disetujui oleh tergugat.
2.      Pemeriksaan dengan Acara Cepat
Jika pengguggat mendapatkan kepentingan yang cukup mendesak, dia dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. Baik dalam hal proses pemeriksaan maupun pemutusannya. Sebagai contoh yaitu adanya gugatan terhadap keputusan Tata Usaha Negara yang berisikan perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati oleh pengguggat. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sesudah permohonannya diterima, ketua pengadilan mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau dikabulkannya permohonannya tersebut.
Jika permohonan dikabulkan, maka sidang akan dipimpin oleh seorang hakim tunggal. Ketua pengadilan akan menetapkan hari, tanggal, waktu dan tempat siding tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dilakukan dalam pemeriksaan sengketa dengan cara biasa. Untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing tenggang waktu maksimal 14 hari (Abdullah, 1996:57).
B.     Verstek/Ketidakhadiran di Persidangan
Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak datang pada hari sidang pertama. Putusan verstek di kenal dalam hukum acara perdata dan boleh dijatuhkan pada hari sidang pertama, apabila tergugat tidak datang setelah dipanggil dengan patut. Dan di dalam hukum acara PTUN tidak dikenal dengan putusan verstek, karena badan atau pejabat TUN yang digugat itu tidak mungkin tidak diketahui kedudukannya.
Mengenai ketidakhadiran para pihak, undang-undang telah memberikan pengaturan sebagai berikut:
1. Penggugat tidak hadir
Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa ”Dalam hal Penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patur, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara”.
2. Tergugat tidak hadir
Pasal 72 UU Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa:
a.       Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali sidang berturut-turut dan/atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun setiap kali telah dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan.
b.      Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan dengan surat tercatat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterima berita, baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat.
c.       Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secara tuntas.
Maksud utama sistem verstek ini adalah mendorong para pihak menaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari anarki atau kesewenangan. Proses pemeriksaan perkara mesti dihadiri para pihak menurut undang-undang, maka pernyataan ini tentu dapat dimanfaatkan oleh tergugat untuk membatalkan penyelesaian perkara. Setiap kali dipanggil, tergugat tidak menaatinya dengan maksud untuk menghambat pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
Syarat sah penerapan verstek kepada tergugat merujuk pada pasal 125 ayat 1 HIR atau pasal 78 Rv. Syarat-syaratnya antara lain:
1.      Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
a.       Yang melaksanakan pemanggilan juru sita.
Hal itu ditegaskan dalam pasal 388 jo. Pasal 390 ayat 1 HIR, yang diwajibkan menjalankan panggilan adalah juru sita PN. Jika pihak yang hendak dipanggil berada di luar yuridiksi relative yang dimilikinya. Pemanggilan dilakukan dengan mengutus juru sita yang berwenang di daerah hukum itu.
b.      Bentuknya dengan surat panggilan
Berdasarkan pasal 390 ayat 1, pasal 2 ayat 3 Rv, panggilan dilakukan dalam bentuk surat tertulis yang disebut surat panggilan atau disebut bericht report. Maka panggilan tidak sah jika berbentuk lisan karena secara teknis yustisial sangat sulit atau tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga dapat merugikan kepentingan tergugat.
2.      Tidak hadir tanpa alasan yang sah.
Jika tergugat tidak datang menghadiri panggilan siding tanpa alasan yang sah, syarat ini ditegaskan dalam 125 ayat 1 HIR:
a.       tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa atau tidak mewakilkam orang lain sebagai kuasa.
b.      Tergugat telah dipanggil dengan patut, tetapi tidak menghiraukan dan menaati panggilan tanpa alasan yang sah.
c.       Dalam kasus seperti itu, hakim dapat dan berwenang menjatuhkan putusan verstek, yaitu putusan di luar hadir tergugat.
Jadi, apabila tergugat in person atau wakilnya pun tidak hadir dalam pemeriksaan di siding pengadilan yang ditentukan, padahal telah dipanggil dengan patut. Konsekuensinya adalah tergugat dijatuhi putusan verstek.
3.      Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi.
Berdasarkan pasal 125 ayat 2 jo. Pasal 121 HIR, hukum acara memberikan hak kepada pihak tergugat untuk mengajukan eksepsi kompetensi, baik absolute berdasarkan pasal 134 HIR atau relative berdasarkan pasal 133 HIR. Apabila tegugat tidak mengajukan eksepsi, kemudian tergugat tidak memenuhi panggilan siding berdasarkan alasan yang sah, maka hakim dapat langsung menyelesaikan perkara berdasarkan verstek (http://rofikangkung.blogspot.com/2012/11/hukum-acara-perdata-putusan-gugur.html)
Bentuk Putusan Verstek
Bentuk Putusan verstek diatur dalam pasal 125 ayat 1 HIR, pasal 149 RBG, dan pasal 78 Rv. Pasal 125 ayat 1 berbunyi: “Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut maka gugatannya itu diterima dengan tidak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada PN bahwa pendakwa itu melawan hak atau tidak beralasan.”
Bentuk putusan verstek yang pertama, mengabulkan gugatan penggugat. Apabila hakim hendak menerapkan verstek, putusan yang harus dijatuhkan adalah dengan mengabulkan gugatan penggugat. Hal ini semata-mata berdasarkan surat gugatan yang diajukan oleh penggugat tanpa perlawanan dari pihak tergugat.
Bentuk putusan kedua adalah menolak gugatan penggugat. Jika menurut pertimbangan hakim, gugatan yang diajukan tidak didukung alat bukti yang memenuhi batas minimal pembuktian, hakim dapat menolak gugatan penggugat. Jika pihak penggugat keberatan akan putusan itu, dia dapat mengajukan banding berdasarkan pasal 8 ayat 1 Undang-Undang no. 20 tahun 1947.
Dalam suatu perkara telah diputus secara verstek, dapat dilakukan upaya hukum berupa verzet, yang diajukan di pengadilan yang memutus verstek tersebut dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.      Sesuai Pasal 129 HIR/153 RBg, Tergugat/para tergugat yang dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14 hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada tergugat semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan. Pasal 391 HIR dalam menghitung tenggat waktu maka tanggal/hari saat dimulainya penghitungan waktu tidak dihitung.
b.      Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu aanmaning tergugat hadir, maka tenggat waktunya sampai pada hari kedelapan sesudah aanmaning (peringatan).
c.       Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning maka tenggat waktunya adalah hari kedelapan sesudah sita eksekusi dilaksanakan. (Pasal 129 ayat 2 Jo. Pasal 196 HIR dan Pasal 153 ayat 2 Jo. Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara verstek dan verzet terhadap verstek) didaftar dalam satu nomor perkara.
d.      Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh Majelis Hakim yang telah menjatuhkan putusan putusan verstek.
e.       Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa (lihat Pasal 129 ayat 3 HIR, Pasal 153 ayat 3 RBg dan SEMA No 9 Tahun 1964).
f.       Apabila dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (pelawan) tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan secara contracdictoire, akan tetapi apabila pelawan yang tidak hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya. Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya ini tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi bisa diajukan upaya hukum banding (pasal 129 ayat 5 HIR dan Pasal 153 ayat 5 RBG).
g.      Apabila verzet diterima dan putusan verstek dibatalkan maka amar putusannya berbunyi: menyatakan pelawan adalah pelawan yang benar, membatalkan putusan verstek, mengabulkan gugatan penggugat atau menolak gugatan penggugat.
h.      Apabila verzet tidak diterima dan putusan verstek tidak dibatalkan, maka amar putusannya berbunyi: "Menyatakan pelawan adalah pelawan yang tidak benar" atau "Menguatkan putusan verstek tersebut".
Terhadap putusan verzet tersebut kedua belah pihak berhak mengajukan banding. Dalam hal diajukan banding, maka berkas perkara verstek dan verzet disatukan dalam satu berkas dan dikirim ke Pengadilan Tinggi dan hanya menggunakan satu nomor perkara (http:// Fakultas Hukum Panji Sakti - Bahan Kuliah PTUN.html)


















BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
1.      Pemeriksaan di pengadilan terdiri dari pemeriksaan cepat dan pemeriksaan biasa.
2.      Mengenai putusan verstek dilakukan jika:
a.       Penggugat tidak hadir
Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa ”Dalam hal Penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patur, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara”.
b.      Tergugat tidak hadir
3.      Dalam suatu perkara telah diputus secara verstek, dapat dilakukan upaya hukum berupa verzet.
4.      Bentuk putusan verstek yang pertama, mengabulkan gugatan penggugat atau justru menolak gugatan penggugat.












DAFTAR PUSTAKA
1.      Abdullah,Rozali, 1996. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2.      http:// Fakultas Hukum Panji Sakti - Bahan Kuliah PTUN.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar