Ahmad Tohari,
dulu nama kecilnya adalah Jarot. Jarot dalam kamus Jawa Kawi berarti perkasa,
kuat. Karena sejak lahir, tulang yang menyusun tubuhnya besar dan dia juga dianugerahi
daging yang tebal. Seperti ikan tongkol dalam bahasa ikan. Masa kecil Jarot begitu
menyenangkan. Dia sering dibelikan mainan kesukaannya mulai dari truk pasir
dari kayu, layang-layang, kelereng, bola sepak hingga robot yang mampu berjalan
sendiri. Belum ada mobil remote control ketika itu, tetapi mobil dengan
baterai sudah cukup menghiburnya ketika itu. Dia juga sering diajak jalan-jalan
ke kebun binatang, candi-candi dan juga wisata air oleh orang tuanya.
Sayangnya, sejak pertengkaran antara ayah dan ibunya memuncak (masalah nafkah
kurang karena terbiasa hidup mewah dan terguncang krisis moneter ‘98),
kebahagiaan Jarot tercerabut hingga ke akarnya. Yang Jarot dengar di rumahnya hanyalah
cek-cok yang tiada habisnya. Piring-piring yang jatuh akibat dibanting dari rak
ke lantai. Luka goresan atau tamparan yang melayang di pipi ibunya sering dia
lihat. Bahkan terkadang dia juga menjadi korban penganiyaaan. Membuat Jarot
remaja mengambil kesimpulan bahwa dia harus mendapatkan cinta, apapun jalan yang
harus ditempuh olehnya.
Maka dalam
perjalananan hidupnya sampai orangtuanya diceraikan oleh pihak pengadilan, dan
dia dititipkan di pesantren Al-Huda, dia mencoba untuk cari perhatian dengan
segala usaha. Mulai dari menjadi tukang cuci pakaian santri hingga menjadi
tukang kebun seperti sekarang ini. Pekerjaan yang dijalaninya hingga kini mengantarkan
dia melihat sekaligus mengenal Umi Kulsum dari jauh, gadis idaman hatinya itu.
Jarot, menurut
Abah adalah nama yang kurang pas untuk pribadi lembut seperti dia. Dia sering
membantu santriwati menyiram bunga mawar di depan teras pesantren. Dia juga
sering membawakan belanja berupa sayuran dan sembako jika Neng Fatimah tampak
letih. Dia juga sering membantu abah untuk mengisi air di bak mandi santri
putri. Meski begitu, dia tidak pernah mengaji bersama para santri lain dan
tidak pernah menaruh hati pada Neng Fatimah. Baginya, mungkin aib jika
mencintai putri abah.
Maka di suatu
hari yang baik karena membarengi hajatan akhirussanah pesantren, Abah
Rasyid memberikannya nama: Ahmad Tohari agar menjadi pribadi yang mulia dan
terpuji. Tetapi apakah dia akan seperti yang diinginkan oleh abah berdasarkan
namanya yang bagus itu? Wallohu a’lam. Setiap orang berharap dia akan
menjadi anak yang baik.
1.
Dari Kantin Pesantren hingga ke Kamar Mandi
Warung makan
Bang Tegar senantiasa menjadi gula bagi semut-semut kecil yang imut itu.
Termasuk aku yang menjadi ghonthengnya. Karena keenakan dan kesedapan
resep masakannya, Bang Tegar juga terkenal ramah dan penuh perhatian terhadap
masalah-masalah yang lagi ngehits di kalangan pelajar atau pemuda/i. Apa itu?
Cinta. Aku sering curhat padanya. Tidak lain yang kubicarakan adalah dua gadis
yang ada di sekitarku, mereka adalah Neng Fatimah dan Dik Umi. Akan tetapi aku
lebih sering cerita tentang Neng Fatimah. Karena bagiku, Dik Umi hanyalah