Kamis, 11 Desember 2014

morality of advocat and prospect in Indonesian's law.

Moralitas advokat dan prospek penegakan hukum di Indonesia
Luqman Hakim, Itsna Husnia Sari, M. Latif, Nur Salim, dan Sunarnoto
Abstract
Morality is very important to our life. Morality is  professionally right or befitting; conforming to professional standard of conduct. Supremacy of law is need good behavior/ perfect attitude. Without good behavior, supremacy is never to raise. Many people that work in law institution also can raise bad things with superiority, money, and other like gratifications. Law is held to manage human in order to change their life properly. Law beside the religion. Cause religion give some rules to human in order to human can choose good ones. With religion beside law, a nation can raise his state’s destinations. With religion someone will afraid if he/she accept gratifications or some money to make easy business. As long as one man change, nations will change too. Change to be good nations (masyarakat madani). Good nations will be a state to true way, happiness together with good behavior, good habitual, and supremacy of law. Morality is very important from law “quid leges sine moribus”. It mean law will not be souled by morality.
Honor, mettle, commitmen, integrity and professional are constitute foundation for a lawyer or avocado. Since one time professional lawyer or avocado are reputed as profession noble or more be known with tehnical term “nobile officium”.
So, a lawyer or an avocado in have a certain attitude must revere law and justness, agree with position a lawyer or avocado as the officer of the court.
Keywords: Morality; Law; Lawyer/Avocado; Honor; mettle; commitment; professional; nobile officium; justness,Supremacy, and Attitude
Pendahuluan
Sebuah Negara yang santun adalah Negara yang teratur dengan adanya hukum sebagai pengaturnya. Hukum haruslah mengikuti perkembangan jaman, mengikuti perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri. (Rahardjo, 2006: ix)
Dapat diartikan bahwa hukum yang seharusnya ditegakkan pada kenyataannya kini justru ambruk oleh kelakuan para aparat penegak hukum. Lalu dengan sikap yang tidak bertanggung jawab tersebut, dapat berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat selaku pihak pencari keadilan akan para penegak hukum.
Kegagalan dalam penegakan dan pemberdayaan hukum ini ditengarai oleh sikap submissive terhadap kelengkapan hukum yang ada seperti prosedur, doktrin, dan asas hukum kita, selain ketidakmampuan criminal justice system dalam mengemban tugasnya. Akankah muncul sejumlah pertanyaan yang mempersoalkan sejauh mana efisiensi lembaga peradilan dapat dihandalkan sebagai lembaga pencari keadilan, tidak profesionalnya aparat jaksa dan lembaga penegak hukum lainnya, yang kemudian bermuara pada ketidakpuasan terhadap eksistensi lembaga peradilan di negeri ini. (Rahardjo, 2006: x)
Sudah banyak kasus yang terjadi di lembaga peradilan.  Mafia peradilan, korupsi kekuasaan, isu suap di Mahkamah Agung. Harus ada keberanian dari kita, mahasiswa untuk memulai perubahan. Ketika kita masuk di lingkungan kerja khususnya di ranah hukum, kita harus menegakkan hukum. Hal ini kita lakukan agar kepercayaan masyarakat terhadap sumber daya penegak hukum di Indonesia tumbuh kembali.
Advokat sebagai agent of law development
Advokat memiliki peran penting dalam penegakan hukum dan pencarian keadilan. Dia memiliki peran sebagai wakil dari klien (dalam hal ini pencari keadilan/masyarakat) dan membela kebenaran (dalam hal ini Hak Asasi Manusia). Tentunya dia harus berpikir obyektif sesuai dengan kode etik dan keahliannya. Hal ini dikarenakan moralitas adalah perisai bagi advokat agar dia tidak bertindak semau hatinya.
Advokat memiliki fungsi untuk mengembangkan dan sebagai motor penggerak pembangunan hukum (agent of law development), pembaharu hukm (law reform), dan pembuat formulasi rumusan hukum (law shaping). (Rambe, 2003: 36)
Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa advokat adalah salah satu rusuk terpenting dalam kepentingan adanya hukum atau fungsi hukum dibentuk. Dia tidak hanya berperan aktif dalam membela klien, tetapi juga ikut andil dalam mereformasi hukum, memformulasi substansi hukum dan memperbaharui hukum yang sudah ada atau yang belum ada sama sekali.
Dalam hal ini, pembangunan hukum adalah mendorong dan mengarahkan perkembangan hukum melalui penyusunan dan pembentukan undang-undang dan perkembangan hukum kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi. Sementara Pembaharuan hukum berarti merombak, memperbaharui hukum yang tertulis dan tidak tertulis yang sesuai  dengan kemajuan dan kesadaran  serta aspirasi hukum yang ada di masyarakat. Pembuatan hukum berarti dalam pembuatan  harus dengan jelas memuat asas-asas, norma-norma dan syarat-syarat hukum yang memihak pada yang lemah, melarang penyalahgunaan kekuasaan, melarang perbuatan yang menindas, melarang sistem perekonomian yang monopolistis, melarang persaingan yang tidak wajar, melarang pemusatan kekuatan ekonomis dalam bentuk cartel, concern, and trust dan lain-lain. (Rambe, 2003: 36)
Urgensi Etika dan Moral dalam Pembangunan Hukum di Masa Depan
Etika dan moral yang selama ini menjadi dasar terbentuknya hukum. Maka jika etika dan moral buruk, akan berakibat pada perilaku-perilaku buruk, baik perilaku perorangan, kelompok, maupun pejabat Negara. Gradasi moral sangat tampak pada sepuluh tahun terakhir ini di Indonesia, sehingga menjadikan Negara ini menjadi Negara tanpa hukum… (Rahardjo, 2006: 227)
Akan tetapi yang kita lihat sekarang ini adalah kebutaan akan makna keadilan. Para aparat penegak hukum justru malah membela kepentingan klien, kelompok tertentu, dan kepentingan materialistiknya sendiri. Mereka tertawa terbahak-bahak jika kepentingan mereka tercapai sementara keadilan tidak dirasakan oleh publik (dalam hal ini masyarakat pencari keadilan).
Maka kita sebagai mahasiswa perlu mengadakan revolusi mental terkait dengan hukum dan konsultasi hukum. Dan sebagai mahasiswa syari’ah, revolusi mental yang harus dilakukan adalah dengan mengaktualisasikan dimensi-dimensi ruhaniah dalam rangka mengobati krisis moral yang tengah menimpa bangsa Indonesia dewasa ini.
Secara logis, terjadinya krisis moral ini tidak berdiri sendiri yang terjadi tanpa sebab apapun, namun sudah pasti ada faktor-faktor yang menyebabkannya. Menurut sebagian pengamat, krisis moral merebak bersumber dari krisis spiritual-keagamaan. Logika ini agaknya mengikuti pengamat ekonomi pembangunan dunia, E.F. Schumacher yang menulis buku bagus sekali: A Guide for the Perplexed (1981) (Zubaedi, 2007: 211).
Tinjauan Etika Advokat oleh Irenna Becty
Seorang advokat wajib berusaha memperoleh pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang kasus kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan hukum. Dia wajib memberikan pendapatnya secara terus terang (candid) tentang untung ruginya (merus) perkara yang akan dilitigasi dan kemungkinan hasilnya. Dalam canon 8 ABA ini dinamakanduty to give candid advice. Sedang dalam KEAI diperingatkan agar advokat tidak ... memberikan keterangan yang menyesatkandan tidak ... menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang (Pasal 4 alinea 2 dan 3).
 Salah satu tugas utama dari seorang advokat adalah

Selasa, 02 Desember 2014

Korelis atau Sebaliknya?

Siapa bilang seorang yang korelis itu tidak bisa stres dan down ketika menghadapi sesuatu yang berat? Nah ini adalah jawabannya. Korelis adalah salah satu karakter seseorang dimana dia akan secara cepat tanggap dan aktif jika ada tantangan kegiatan atau sebuah pekerjaan. Banyak sekali motivator yang lahir dari bakat karakter satu ini. 


Saya tidak mengatakan seorang motivator itu lemah. Tetapi paling tidak dia juga masih memiliki sifat-sifat manusia yang lemah. Karena Allah sudah menyebutkannya beberapa kali di Al-Qur'an bahwasanya manusia itu lemah, bodoh, dan banyak mengeluh. Ya, seorang motivator nasional sekalipun akan down jika