Moralitas advokat dan prospek penegakan hukum di Indonesia
Luqman
Hakim, Itsna Husnia Sari, M. Latif, Nur Salim, dan Sunarnoto
Abstract
Morality is very important to our life. Morality is professionally right or befitting; conforming
to professional standard of conduct. Supremacy of law is need good behavior/
perfect attitude. Without good behavior, supremacy is never to raise. Many
people that work in law institution also can raise bad things with superiority,
money, and other like gratifications. Law is held to manage human in order to
change their life properly. Law beside the religion. Cause religion give some
rules to human in order to human can choose good ones. With religion beside law,
a nation can raise his state’s destinations. With religion someone will afraid
if he/she accept gratifications or some money to make easy business. As long as
one man change, nations will change too. Change to be good nations (masyarakat
madani). Good nations will be a state to true way, happiness together with good
behavior, good habitual, and supremacy of law. Morality is very important from law “quid leges sine
moribus”. It mean law will not be souled by morality.
Honor, mettle, commitmen, integrity
and professional are constitute foundation for a lawyer or avocado. Since one
time professional lawyer or avocado are reputed as profession noble or more be
known with tehnical term “nobile officium”.
So, a lawyer or an avocado in have a
certain attitude must revere law and justness, agree with position a lawyer or
avocado as the officer of the court.
Keywords: Morality; Law; Lawyer/Avocado;
Honor; mettle; commitment; professional; nobile officium; justness,Supremacy, and Attitude
Pendahuluan
Sebuah Negara yang santun adalah Negara yang teratur dengan adanya
hukum sebagai pengaturnya. Hukum haruslah mengikuti perkembangan jaman,
mengikuti perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani
masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia
penegak hukum itu sendiri. (Rahardjo, 2006: ix)
Dapat diartikan bahwa hukum yang seharusnya ditegakkan pada
kenyataannya kini justru ambruk oleh kelakuan para aparat penegak hukum. Lalu
dengan sikap yang tidak bertanggung jawab tersebut, dapat berakibat hilangnya
kepercayaan masyarakat selaku pihak pencari keadilan akan para penegak hukum.
Kegagalan dalam penegakan dan pemberdayaan hukum ini ditengarai
oleh sikap submissive terhadap kelengkapan hukum yang ada seperti prosedur,
doktrin, dan asas hukum kita, selain ketidakmampuan criminal justice system
dalam mengemban tugasnya. Akankah muncul sejumlah pertanyaan yang mempersoalkan
sejauh mana efisiensi lembaga peradilan dapat dihandalkan sebagai lembaga
pencari keadilan, tidak profesionalnya aparat jaksa dan lembaga penegak hukum
lainnya, yang kemudian bermuara pada ketidakpuasan terhadap eksistensi lembaga
peradilan di negeri ini. (Rahardjo, 2006: x)
Sudah banyak kasus yang terjadi di lembaga peradilan. Mafia peradilan, korupsi kekuasaan, isu suap
di Mahkamah Agung. Harus ada keberanian dari kita, mahasiswa untuk memulai
perubahan. Ketika kita masuk di lingkungan kerja khususnya di ranah hukum, kita
harus menegakkan hukum. Hal ini kita lakukan agar kepercayaan masyarakat
terhadap sumber daya penegak hukum di Indonesia tumbuh kembali.
Advokat sebagai agent of law development
Advokat memiliki peran penting dalam penegakan hukum dan pencarian
keadilan. Dia memiliki peran sebagai wakil dari klien (dalam hal ini pencari
keadilan/masyarakat) dan membela kebenaran (dalam hal ini Hak Asasi Manusia).
Tentunya dia harus berpikir obyektif sesuai dengan kode etik dan keahliannya.
Hal ini dikarenakan moralitas adalah perisai bagi advokat agar dia tidak
bertindak semau hatinya.
Advokat memiliki fungsi untuk mengembangkan dan sebagai motor
penggerak pembangunan hukum (agent of law development), pembaharu hukm (law
reform), dan pembuat formulasi rumusan hukum (law shaping). (Rambe,
2003: 36)
Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa advokat adalah salah satu
rusuk terpenting dalam kepentingan adanya hukum atau fungsi hukum dibentuk. Dia
tidak hanya berperan aktif dalam membela klien, tetapi juga ikut andil dalam
mereformasi hukum, memformulasi substansi hukum dan memperbaharui hukum yang
sudah ada atau yang belum ada sama sekali.
Dalam hal ini, pembangunan hukum adalah mendorong dan mengarahkan
perkembangan hukum melalui penyusunan dan pembentukan undang-undang dan
perkembangan hukum kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi. Sementara Pembaharuan hukum
berarti merombak, memperbaharui hukum yang tertulis dan tidak tertulis yang
sesuai dengan kemajuan dan
kesadaran serta aspirasi hukum yang ada
di masyarakat. Pembuatan hukum berarti dalam pembuatan harus dengan jelas memuat asas-asas,
norma-norma dan syarat-syarat hukum yang memihak pada yang lemah, melarang
penyalahgunaan kekuasaan, melarang perbuatan yang menindas, melarang sistem
perekonomian yang monopolistis, melarang persaingan yang tidak wajar, melarang
pemusatan kekuatan ekonomis dalam bentuk cartel, concern, and trust dan
lain-lain. (Rambe, 2003: 36)
Urgensi Etika dan Moral dalam Pembangunan Hukum di Masa Depan
Etika dan moral yang selama ini menjadi dasar terbentuknya hukum.
Maka jika etika dan moral buruk, akan berakibat pada perilaku-perilaku buruk,
baik perilaku perorangan, kelompok, maupun pejabat Negara. Gradasi moral sangat
tampak pada sepuluh tahun terakhir ini di Indonesia, sehingga menjadikan Negara
ini menjadi Negara tanpa hukum… (Rahardjo, 2006: 227)
Akan tetapi yang kita lihat sekarang ini adalah kebutaan akan makna
keadilan. Para aparat penegak hukum justru malah membela kepentingan klien,
kelompok tertentu, dan kepentingan materialistiknya sendiri. Mereka tertawa
terbahak-bahak jika kepentingan mereka tercapai sementara keadilan tidak
dirasakan oleh publik (dalam hal ini masyarakat pencari keadilan).
Maka kita sebagai mahasiswa perlu mengadakan revolusi mental
terkait dengan hukum dan konsultasi hukum. Dan sebagai mahasiswa syari’ah,
revolusi mental yang harus dilakukan adalah dengan mengaktualisasikan
dimensi-dimensi ruhaniah dalam rangka mengobati krisis moral yang tengah
menimpa bangsa Indonesia dewasa ini.
Secara logis, terjadinya krisis moral ini tidak berdiri sendiri
yang terjadi tanpa sebab apapun, namun sudah pasti ada faktor-faktor yang
menyebabkannya. Menurut sebagian pengamat, krisis moral merebak bersumber dari
krisis spiritual-keagamaan. Logika ini agaknya mengikuti pengamat ekonomi
pembangunan dunia, E.F. Schumacher yang menulis buku bagus sekali: A Guide for
the Perplexed (1981) (Zubaedi, 2007: 211).
Tinjauan Etika
Advokat oleh Irenna Becty
Seorang
advokat wajib berusaha memperoleh pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan
sebaik-baiknya tentang kasus kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan
hukum. Dia wajib memberikan pendapatnya secara terus terang (candid) tentang
untung ruginya (merus) perkara yang akan dilitigasi dan kemungkinan hasilnya.
Dalam canon 8 ABA ini dinamakanduty to give candid advice. Sedang dalam KEAI
diperingatkan agar advokat tidak ... memberikan keterangan yang menyesatkandan
tidak ... menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang
(Pasal 4 alinea 2 dan 3).
Salah satu tugas utama dari seorang advokat
adalah