LEVITASI CINTA
Cinta itu semua hasilnya sama.
Hal-hal yang menimpa seseorang itu endingnya juga sama. Pernikahan kini tidak
sakral akan tetapi hambar. Kita juga harus hati-hati dengan teman curhat
apalagi itu adalah seorang wanita. Karena cinta juga terbit dari ruang curhat
lho. Bahaya tu mah!
Kadang mereka yang curhat itu justru
berbalik cinta karena merasa sudah dekat dan terbuka. Kaetika kita mencoba
untuk berwibawa juga harus ada kontrolnya. Jika tidak, orang akan menganggap
kita so cool. Sehingga mereka akan penasaran, minimal salah tingkah. Seperti
senyum-senyum sendirilah. Maka hati-hatilah dengan yang namanya, “cewek” karena
dia akan menyedot anda dalam pusaran cinta yang terbang itu. Saya sebut ini
sebagai teori levitasi cinta.
Nah, untuk menghindari itu semua,
butuh kerjasama antara si pecinta (dalam arti dia adalah orang yang pasang muka
so coll tadi) dengan orang tua (dalam hal ini ibu). Peran seorang ibu addalah
sebagai motivator, akselerator, dan pemonitor jalannya dinamika cinta si anak. Dengan
sharing dan pemberian nasehat agaknya lebih efektif dan mengena di hati sang
anak.
Anak dapat terarahkan dalam menjaga
hubungan atau juga menjalin dan melestarikan hubungan. Pengalaman memang
merupakan guru yang terbaik. Pengalaman ibu dicampur kepekaan perasaan yang
dimilikinya, tentu dapat menjadi
bekal terbaik bagi sang anak. Maka
sering-seringlah curhat dengan ibu selain sharing dengan Tuhan dalam hal ini
sebagai penjawab segala do’a. Karena kita semua tahu ridla ibu adalah ridla-Nya
juga, tho?
Seorang ibu dapat menjadi motor
penggerak atau juga sebagai rem ketika sang anak sedang terjangkit penyakit
cinta terhadap lawan jenis. Dia mampu menjadi katalis terbaik dalam hidup sang
anak. Ibu juga dapat mengarahkan cinta tersebut dari sekedar cinta syahwati
menjadi cinta imani. Buktikan saja kalu tidak percaya. Karena di dunia ini,
tidak ada kalimat: “ibu itu jahat terhadap kelangsungan hidup sang anak, tho?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar