Senin, 13 Oktober 2014

LEVITASI CINTA...

LEVITASI CINTA
Cinta itu semua hasilnya sama. Hal-hal yang menimpa seseorang itu endingnya juga sama. Pernikahan kini tidak sakral akan tetapi hambar. Kita juga harus hati-hati dengan teman curhat apalagi itu adalah seorang wanita. Karena cinta juga terbit dari ruang curhat lho. Bahaya tu mah!
Kadang mereka yang curhat itu justru berbalik cinta karena merasa sudah dekat dan terbuka. Kaetika kita mencoba untuk berwibawa juga harus ada kontrolnya. Jika tidak, orang akan menganggap kita so cool. Sehingga mereka akan penasaran, minimal salah tingkah. Seperti senyum-senyum sendirilah. Maka hati-hatilah dengan yang namanya, “cewek” karena dia akan menyedot anda dalam pusaran cinta yang terbang itu. Saya sebut ini sebagai teori levitasi cinta.
Nah, untuk menghindari itu semua, butuh kerjasama antara si pecinta (dalam arti dia adalah orang yang pasang muka so coll tadi) dengan orang tua (dalam hal ini ibu). Peran seorang ibu addalah sebagai motivator, akselerator, dan pemonitor jalannya dinamika cinta si anak. Dengan sharing dan pemberian nasehat agaknya lebih efektif dan mengena di hati sang anak.
Anak dapat terarahkan dalam menjaga hubungan atau juga menjalin dan melestarikan hubungan. Pengalaman memang merupakan guru yang terbaik. Pengalaman ibu dicampur kepekaan perasaan yang dimilikinya, tentu dapat menjadi
bekal terbaik bagi sang anak. Maka sering-seringlah curhat dengan ibu selain sharing dengan Tuhan dalam hal ini sebagai penjawab segala do’a. Karena kita semua tahu ridla ibu adalah ridla-Nya juga, tho?

Seorang ibu dapat menjadi motor penggerak atau juga sebagai rem ketika sang anak sedang terjangkit penyakit cinta terhadap lawan jenis. Dia mampu menjadi katalis terbaik dalam hidup sang anak. Ibu juga dapat mengarahkan cinta tersebut dari sekedar cinta syahwati menjadi cinta imani. Buktikan saja kalu tidak percaya. Karena di dunia ini, tidak ada kalimat: “ibu itu jahat terhadap kelangsungan hidup sang anak, tho?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar