Selasa, 17 Desember 2013

islamisasi di Krajan, Bener, Tengaran


الحمد لله ربّ العالمين والصّلاة والسّلام على سيّدينا و مولنا و حبيبينا قرّة اعيوننا محمّد و اله و اصحابه اجمعين.
السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته
1.      Proses Islamisasi Desa Krajan Bener, Kec. Tengaran
 (disadur dan diterjemahkan dari makalah berbahasa Jawa milik Bapak Yasin Abdul Hadi Bin Muhammad Hadi bin Sahri-Idris bin Juwahir bin Hasan Adi bin Nur Salim (dari Demak Bintoro)). Mbah Nur Salim ini menikah dengan seorang priyayi Mrawun, Cepogo. Jika diurutkan ke atas, nasabnya sampai ke Raden Ragasasi, seorang priyayi Desa Tumang. Dan dari Raden Ragasasi ke atas hingga Raden Pakubuwono I di Yogyakarta. Dan silsilah Bapak Yasin dari ibunya yang bernama maimunah binti Hasyim bin Aly Al-Haj bin-bin-bin Sayyid Abdulghoni Al-Haj Al-‘Attas dari Cirebon.
Penyusun awal cerita, Bapak Yasin ini masih hidup (tahun 2013 M) dan tinggal di Krajan Bener, Rt. 01/01, Kec. Tengaran, Kabupaten Semarang. Beliau masih merupakan paman dari penerjemah makalah.
Awalnya, penduduk Desa Bener yang beragama Islam sangatlah sedikit, yakni +- 7-8 keluarga. Sementara itu penduduk mayoritas adalah ahli maksiyat, sebab Lurah Bener yang bernama Trah Gagatan adalah seorang penjudi, peminum dan sering adu jago alias Islam KTP. Konon, Lurah ini bersyahadat ketika menikah tetapi kelakuannya tidak mencerminkan iman yang haq. Karena itu ayah dari penyusun cerita yang bernama saheri-Idris merasa prihatin dengan keadaan penduduk desa. Maka beliaupun mendaki Gunung, tujuan safarnya adalah ke Magelang. Seusai tiba disana, beliau kemudian pulang ke desa. Tetapi beliau tidak segera menuju rumah kediaman melainkan ke Waduk Senjaya, Bener untuk menyepi dan bertapa. Lalu beliau ke rumah untuk mendiskusikan masalahnya ke sang istri, islamisasi di Desa Bener.
Setiap hari Jum’at, penduduk yang minoritas islam senantiasa melaksanakan shalat Jum’at di Masjid Cabean, Kembangsari Tengaran. Sesudah melaksanakan shalat jum’at, mereka selalu menuju rumah kediaman Rama Kyai Abu Naim, ulama Desa Cabean. Permintaan mereka kepada sang Kyai hanya satu, yakni agar beliau mendatangkan ulama’ dari Magelang. Beberapa waktu kemudian, maka datanglah ulama tersebut bersama keluarga. Ulama sepuh dan ‘alim itu bernama Kyai Jalal Suyuthi, pendiri PP. Al-Manar, Bener. Dengan modal tanah Wakaf dari Mbah Juwahir, leluhur penyusun dan penerjemah, berdirilah Masjid Al-manar yang waktu itu disebut Masjid Pethung Sari.
Ulama satu ini sangat dicintai warga, setiap saat diadakan pengajian khusus ibu-ibu sehingga mengundang minat para santri dari berbagai penjuru daerah, mulai dari Dusun kadipurwo, Bener, salah satunya Bapak Abbas hingga santri dari Wonosari jurusan Ampel. Maka sejak itu PP. Al-Manar ramai akan santri yang menuntut ilmu. Putra-putri dari ulama tersebut meneruskan perjuangan dakwah hingga ke Jawa Timur seperti Kyai Duri, Kyai Ashuri, Kyai Muhammad Suhudi, dan lain-lain yang mondok di Tremas dan Jombang.
2.      Pertemuan di Desa Tegalwaton
Pada suatu hari, Kyai Jalal Suyuthi pergi ke kediaman Lurah Tegalwaton bersama Kyai Abu Na’im Cabean untuk melaksanakan rutinan tahlil. Kemudian mereka berdiaolog. Kurang lebih yang memulai dialog adalah Kyai Jalal Suyuthi, “Saya sudah mulai tidak kerasan di Bener, sebab adanya gangguan dari lurahnya.” “Bagaimana ananda ini, jangan seperti itu. Jangan menyerah sebelum berperang. Engkau ini telah kujadikan teman berjuang dan dakwah bersama  putraku, Jaya guna menegakkan kalimat Allah”. Jawab Lurah Tegalwaton.
Maka beliau menyuruh Kyai Jalal Suyuthi untuk riyadhoh. Maka mereka berdua pun berpuasa dan safar menuju Tembayat, Klaten. Kyai membawa oleh-oleh berupa pisang dan nasi bungkus untuk dibagi-bagikan ke anak-anak yang bermain di jalan. Setiba di Tembayat, oleh-oleh pun habis dibagikan. Anak-anak pulang dengan menggunakan kendaraan.
Suatu hari, akhirnya Lurah Bener, Trah Gagatan pun meninggal dunia dan digantikan oleh Lurah Jaya Sumarta dari Daerah Dusun Tugu, Bener. Beliau menjabat selama 30 tahun dan bersam Kyai Jalal Suyuthi, telah membangun Desa Bener  yang  sekarang berkembang pesat Islamnya.
3.      Pembangunan Masjid Bener
Pada suatu hari,Ndoro dono Sentono menghadap Lurah Bener, dan ketika Lurah sampai di Kawedanan/kecamatan waktu itu. “Pak, aku hendak bertanya pada engkau, di Desamu katanya ada Kyai yang mustajab do’anya. Putraku nilai akademisnya sangat rendah. Aku minta tolong bicarakan hal ini pada beliau agar mendoakan putraku ini agar nilainya membaik.” Kata Ndoro dono itu. “Baik, pak. Nanti akan saya sampaikan semuanya kepada beliau”. Kata Pak Lurah. “Insya Allah saya do’akan”. Ujar Kyai saat ditemui oleh Lurah itu. Maka berkat pertolongan Allah, do’a beliau dikabulkan.

Maka setelah beberapa hari berselang, ada secarik surat yang dikirim dari Kawedanan kepada Kyai yang isinya adalah kabar bahwa anak Ndoro dono tadi lulus dengan nilai yang memuaskan dengan predikat cerdas. Lalu ada hadiah dari Ndoro dono akan memberi satu permintaan. Akhirnya, sang Kyai meminta agar masjid Bener diperbaiki. Maka setiba di Kawedanan, Lurah yang diutus sang kyai ditanyai oleh Ndoro dono, “Kas desamu masih berapa?” “Kurang lebih 100 rupiah, pak.” Jawab Lurah. “nah, gunakan uang itu untuk membangun masjid!” Ujar Ndoro dono, maka warga pun bergotong-royong untuk membangun masjid dengan uang kas desa tersebut.

Jumat, 13 Desember 2013

hadhanah, pendidikan untuk anak



HADHANAH (PENDIDIKAN DAN PEMELIHARAAN ANAK) DARI SEGI FIKIH
I.                   Pengertian dan dasar hukum
“Hadhanah” menurut bahasa berarti “meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk” atau di pangkuan”. Karena ibu menyusukan anaknya meletakkan  di pangkuannya, seakan-akan ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya, sehingga “hadhanah” dijadikan istilah yang maksudnya: pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.
Pendidik mungkin terdiri dari keluarga si anak dan mungkin pula bukan berasal dari keluarga si anak dan ia merupakan pekerjaan profesional, sedang hadhanah dilaksanakan dan dilakukan oleh keluarga si anak kecuali jika anak tidak mempunyai keluarga serta ia bukan profesional; dilakukan oleh setiap ibu, serta anggota kerabat yang lain.
Firman Allah. Swt:
يآَاَيُّهاَ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا قُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِكُمْ ناَرًا وَقُوُدُهاَاالناَّسُ وَالْحِجاَرَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”( At-Tahrim: 6).
Pada ayat ini orang tua diperintahkan Tuhan untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan menghentikan larangan-larangan Allah termasuk dalam anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak.
II.                Yang berhak melakukan hadhanah
Seorang anak pada permulaan hidupnya membutuhkan bantuan orang lain, seperti mandi, makan, tidur, memakai pakaian dan lain-lain. Karena itu ia membutuhkan kasih sayang orang tua, kesabaran, dan orang tua yang teguh dan berwawasan ke depan bagi anaknya. Orang tua itu harus istikamah dan mempunyai waktu lebih bagi anak tersebut. Lalu seperti apakah orang tua itu? Yang berhak mendidik anaknya? Ibu adalah figur yang paling pas dalam hadhanah, baik ia masih terikat dalam pernikahan maupun dalam masa iddah thalak raj’i, maupun thalak ba’in atau habis masa iddahnya. Jika ibu tiada, maka yang berhak menjadi haadhin (pendidik) adalah nenek dari ibu ke atas atau nenek dari ayah ke atas.
Kemudian setelah ibu dan nenek tiada, maka yang berhak adalah saudara ibu yang perempuan yang sekandung, seibu, atau seayah. Kemudian anak saudara perempuan seibu yang perempuan atau yang seayah. Baru jika semua tiada, anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung dengan ibunya, atau dengan ayahnya. Kemudian bibi dari ayah yang sekandung dari ibunya atau seayah dengan ibunya.
Jika semua tidak ada, baru dari pihak laki-laki ke atas. Jika tiada juga, maka anak tersebut dipelihara oleh pemerintah. (Daradjat,1995:160)
III.             Syarat Hadhinah dan Haadhin
Menurut Daradjat, (1995:161) Syarat-syarat menjadi haadhinah dan hadhin antara lain:
a.       Tidak sibuk dengan pekerjaannya, sehingga ia dapat fokus dengan anak tersebut.
b.      Hendaknya ia adalah mukallaf, baligh, berakal, dan tanggung jawab.
c.       Mampu mengasuh dan mendidik anak.
d.      Mampu menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak terutama yang berhubungan dengan budi pekerti.
e.       Hadhiinah adalah yang mencintai anak.
IV.             Masa Hadhanah
Menurut Ulama’ Hanafiyah, masa hadhanah adalah berakhir ketika anak mampu mengurus keperluannya sehari-hari seperti makan, minum, tidur, mandi dan lain-lain. Sedang khusus untuk wanita, berakhir ketika anak itu baligh, atau mengalami haidh yang pertama.
Menurut Ulama’ Mesir, hadhanah terjadi jika ada perceraian. Masanya adalah tujuh tahun, maksimalnya Sembilan tahun untuk laki-laki dan untuk wanita maksimal sebelas tahun.
Menurut Ulama’ Syafi’iyyah, masa hadhanah adalah umur lima sampai enam tahun. (Daradjat,1995:163-164)

DAFTAR PUSTAKA
·         Daradjat, Zakiah. 1995. “Ilmu Fiqih Jilid 2.” Yogyakarta: PT. DANA BHAKTI WAKAF.

Kamis, 07 November 2013

indonesia kaya, miskin pangan



Sang Macan Asia Tempo Dulu Menuju Indonesia Emas
Oleh: Nur Salim

Indonesia, sebuah negara agraris yang menyimpan sumber daya alam melimpah. Ia memiliki tanah yang subur dan curah hujan yang cukup baik untuk memproduksi bahan pangan. Luas daratan yang melintang dari Sabang hingga Merauke dan memiliki beragam flora dan tanaman palawijanya. Tetapi terlalu banyak nasi dibuang ke tong-tong sampah dan air yang membanjiri kota-kota besar. Kekayaan alam yang seharusnya dapat menghidupi bangsa hanya menjadi pemanis di telinga. Sementara rakyat kita masih saja miskin.
Kita sering mendengar slogan, “Piye nang kabare, penak jamanku tho/ Bagaimana kabarnya nak, enakan jamanku kan?” Memang betul ketika kita flashback ke masa orde baru dimana semua harga sembako murah dan rakyat sejahtera, ayem tentrem. Negara kita mendapat gelar “macan asia” karena mampu swasembada beras bahkan mengekspornya ke luar negeri. Lalu bagaimana keadaan negeri kita sekarang? 180º dari keadaan saat orde baru yaitu negara kita miskin dan menjadi importir apapun itu, seperti beras, kedelai, hingga daging sapi. Padahal kalau dipikir-pikir negara kita kan negara agraris, yang terkenal hijau karena persawahannya, karena tempenya hingga difilmkan dalam layar lebar, belum lagi Kabupaten Gorontalo yang terkenal sebagai eksportir daging sapi unggulan. Lalu mengapa negara yang kaya raya ini belum dapat mengkayakan rakyatnya, khususnya para petani? Mari kita kaji penyebabnya berdasarkan perspektif penulis di bawah ini!
Dalam sebuah teori Islam dan Budaya Lokal, dikenal sebuah istilah pembagian tipe miskin yakni, miskin alamiah dan miskin sistemik. Untuk miskin alami, memiliki pengertian bahwa seseorang atau negara dikatakan miskin karena pendapatan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar. Sementara miskin sistemik adalah miskin karena sistem di sekitar seseorang berada memaksanya berpikir bahwa dirinya miskin. Contoh riilnya, saat kita menonton sinetron yang menampikan kehidupan glamour. Maka seseorang yang seharusnya berpendapatan cukup merasa miskin karena tidak dapat memenuhi kebutuhan tersiernya, yakni menjadi orang kaya raya. Petani di luar negeri memiliki lahan pertanian berhektar-hektar dan memiliki alat pertanian yang canggih sementara petani kita, untuk lahan saja sudah tidak punya. Mereka banyak yang menjadi buruh tani dan berpendidikan rendah. Sehingga tidak memiliki teknologi pertanian yang dapat memacu tingkat ekonomi mereka ke level yang “layak”. Lalu belum lagi petani kita tidak menjual produk pertanian ke pasar agro atau KUD tetapi ke para tengkulak yang dapat memainkan harga pasar. Pada akhirnya para petani kita masih saja miskin.
Lalu pemerintah justru menaikkan harga pupuk sehingga para petani bukannya diuntungkan oleh panen yang melimpah tetapi hanya menelan kerugian akibat regulasi tersebut. Sang regulator tersebut juga terpesona dengan kontrak gendut melalui impor produk pertanian lalu menaikkan harga sembako, sekaligus menekan anggaran negara untuk kepentingan pribadi sementara. Semakin tahun kuota impor semakin naik levelnya. Indonesia yang dulunya mengekspor cabai, kini harus merasakan betapa pahitnya mengimpor dari luar negeri. Miris bukan? Betapa paradoksnya keadaan Indonesia saat ini.
Belum lagi gaya hidup bangsa ini yang meniru cara pandang Barat, bahwa dunia harus diindustrialisasikan. Padahal kita semua tahu bahwa negeri ini adalah bermatapencaharian bercocoktanam. Lalu buat apa harus beralih ke industry jika dengan mengembangkan potensi bumi kita yang kaya raya dapat mensejahterakan rakyat semuanya. Pada akhirnya Indonesia ke depan akan miskin pangan.
Lagipula, pada saat ini pemerintah kurang bersemanagat dalam mendukung universitas yang mengembangkan teknologi pertanian seperti IPB. Padahal dengan motivasi dari pemerintahlah universitas yang bekerja di lingkungan tanam-menanam ini dapat memaksimalkan produksi dalam negeri.
Lalu apa solusinya? Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pemerintah membatasi kuota impor produk pertanian dan seluruh rakyat Indonesia mendukung gerakan swasenbada dan cinta produk dalam negeri. Dengan program cinta produk dalam negeri menjadikan kita tidak tergantung dengan produk impor.
2.      Pemerintah dan seluruh warga Indonesia berupaya secara sungguh-sungguh dalam inovasi alat-alat pertanian. Karena dengan inovasi teknologi pertanian, Jepang dan Thailand sejahtera. Perlu adanya dukungan penuh dari pemerintah kepada universitas pertanian dalam negeri untuk memaksimalkan program inovasi pertanian dan pro-swasembada. Karena dengan cara inilah para petani dapat memaksimalkan mutu produk pertanian mereka.
3.      Pemerintah mendirikan pasar-pasar agro dan wisata agro agar petani lebih mudah menjual produk mereka dan meraih keuntungan untuk meningkatkan taraf hidup mereka ke taraf sejahtera.
4.      Petani menggunakan pupuk organik untuk menghemat pengeluaran.
5.      Belajar dari Jepang, sebaiknya pemerintah membeli produk dari petani dengan harga tinggi lalu dikembalikan ke pasar dengan harga rendah agar dapat dijangkau oleh rakyat kecil. Dengan membeli produk dari petani dengan harga tinggi selain menguntungkan mereka juga memberikan kepercayaan kepada petani jika usaha mereka dihargai oleh pemerintah. Dengan mengembalikan produk-produk pertanian dalam negeri ke pasar dengan harga murah berarti meminimalisir inflasi, sehingga rakyat sejahtera.
6.      Pemerintah memberikan penghargaan dan penyuluhan kepada para petani. Dengan adanya penghargaan pada prestasi petani, maka mereka akan lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan produk-produk pertanian disamping tetap adanya penyuluhan dari dinas pertanian guna mencapai keberhasilan inovasi mereka.
Dengan begitu generasi Indonesia emas/petani Indonesia sejahtera akan dengan mudah kita raih bersama.

Rabu, 30 Oktober 2013

peradilan di dunia islam sekarang



Pendahuluan
Sejarah peradilan di Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh budaya Islam. Pengaruhnya sangatlah kuat semenjak kesultanan Samudera Pasai hingga masa  Kesultanan Mataram. Hal ini tidaklah mustahil melihat adanya proses asimilasi dan akulturasi budaya yang terjadi ketika Indonesia dianggap sebagai transit perdagangan dunia kala itu.
Kalau kita menelisik lagi, peradilan di Indonesia saat ini sudah sangat kompleks baik dari kedudukan, tatanan, dan sistemnya. Melihat adanya pembagian pengadilan dan pembedaan perkara yang akan diputuskan. Nah, Lalu bagaimana konsep peradilan di negeri jiran dan dunia Islam lainnya? Mari kita kaji selengkapnya di bab pembahasan berikut ini! Silakan membaca!
Rumusan Masalah
·         Bagaimanakah konsep peradilan yang diusung oleh dunia Islam di luar Indonesia?
·         Bagaimana kedudukan peradilan di Negara di luar Indonesia, apakah berada di bawah kekuasaan raja, ataukah sejajar?
·         Lalu bagaimankah perkembangan peradilan di Dunia Islam di luar Indonesia?
·         Bagaimanakah pengaruh Islam terhadap perkembangan peradilan di luar Indonesia.
 Pembahasan
A.   PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA MASA MODERN DI MESIR
Dalam catatan sejarah, Mesir pernah diduduki oleh beberapa kerajaan, yaitu dimulai dari masa Fir’aun, Yunani, dan Romawi, Al-Khulafa Ar-Rasyidin, Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah. Menurut A.J. Butler, pendudukn Negara/ kejaraan tersebut telah menyebabkan Mesir jatuh dalam situasi yang tidak menguntungkan, bahkan seluruh organisasi pemerintahan di Mesir diarahkan untuk tujuan memeras keuntungan bangsa terjajah untuk kepentingan penguasanya.
Di satu sisi, banyaknya Negara yang menguasai Mesir membawa nilai-nilai postif, tetapi di pihak lain, mau tidak mau, terjadi asimilasi itu terjadi dalam aspek perundang-undangannya. Thaha Husain menuturkan bahwa mereka yang berada dalam roda pemerintahan Mesir modern lebih cenderung mengikuti pola Raja Louis di Perancis daripada mengikuti pola Abdul Hamid di Turki. Mereka membentuk pengadilan-pengadilan negeri dan memberlakukan hukum Barat daripada hukum Islam.[1]
Maka dapat disimpulkan bahwa dengan dijajahnya Mesir memaksa Negara itu untuk taat dan patuh terhadap budaya dan aturan dari penjajah mereka. Dalam arti asimilasi yang dipaksakan membuat mereka jumud dalam mengembangkan budaya, tidak terkecuali dalam memutuskan perkara atau bahkan sampai tataran membentuk lembaga peradilan kala penjajahan masih bercokol di negeri mereka.
Perkembangan peradilan dan perundang-undangan di Mesir melewati tiga fase, yaitu sebelum terbentuknya Qanun Al-Mukhtalitah dan Ahliyah. Dalam fase ini terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Muhammad Ali dan penguasa sebelumnya, di antaranya Qanun Al-Fallah (berkaitan dengan masalah pertanian), Qanun As-Siyasah Hammah (mengatur hal-hal yang berrkaitan dengan adminitrasi umum, termasuk yang menyangkut hak dan kewajiban pegawai serta sanksi hukum bagi yang melakukan pelanggaran), Qanun Amaliyat Al-Jusur (mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan jembatan dan pengairan), Qanun As-Siyasah Laihah, Qanun Al-Lailah As Sa’diyah (mengatur tanah-tanah kharaj).[2]
Jadi dapat dianalogikan dengan peradilan di Indonesia, bahwa di Mesir juga ada Peradilan Perdata, Tata Usaha Negara, dan peradilan umum. Bedanya yaitu, di Mesir untuk urusan keperdataan lebih dirincikan menjadi Pertanian, Tanah, dan administrasi. Tidak seperti di Indonesia dimana agrarian mencakup Pertanian dan tanah.
Berbagai undang-undang yang diterapkan oleh Mesir, tidak sepenuhnya berdasar syariat Islam, tetapi banyak mengadopsi kebijakan penguasa dan undang-undang Perancis. Kekuasaan peradilan banyak ditentukan oleh penguasa sehingga dalam pelaksanaannya banyak masalah .misalnya, hakim akan melihat status dan kedudukan sosial seseorang ketika mengadili..
1.  Fase Pembaharuan Qadha
Sistem peradilan yang berlaku pada fase pertama banyak menimbulkan masalah di kalangan masyarakat dan di lingkungan pemerintahan. Pada masa Ismail dibentuk panitia untuk melakukan pembaharuan sistem peradilan. Maka akhirnya terbentuklah Mahkamah Al-Ahliyah pada tahun 1857. Pada tahun 1883, Khadewi Taufiq meresmikan pembentukannya. Fase ini melahirkan lembaga-lembaga hukum yang menangani beberapa kasus, yaitu:
a. Mahkamah Mukhalitah. Menangani kasus-kasus yang terjadi antar sesama orang asing yang mendapat hak-hak istimewa atau antar orang Mesir Mahkamah ini menangani kasus perdata dan pidana. Secara struktual terdiri dari Mahkamah Ibtidaiyah, Mahkamah Juziyah, dan Mahkamah Isti’naf. Sidang-sidang ynag dilakukan Mahkamah ini tetap dipimpin oleh hakim asing, sekalipun sebenarnya tidak dijumpai dictum yang melarang hakim-hakim mesir untuk menjadi pemimpin.
b. Mahkamah Ahiliyah, menangani kasus-kasus hukum perdata dan pidana yang terjadi dikalangan orang Mesir atau orang asing yang mendapat hak istimewa. Mahkamah ini terdiri dari Mahkamah Ibtidaiyah, Mahkamah Juziyah, Mahkamah Naqd
c. Mahkamah Syar’iyah, hanya menangani kasus hukum yang menyangkut ahwal Asy-Syakhsyiah, seperti nafkah, talak, dan warits. Itu pun terbatas bagi orang-orang Mesir beragama Islam, sedangkan bagi non muslim ditangani oleh Majelis Miliyyah.
Arah pembaharuan Qadha dan Qanun pada fase ini tampaknya berusaha ntuk mewujudkan suatu hukum nasional bagi rakyat mesir dan melakukan peninjauan terhadap hak istimewa orang asing. Sekalipun belum berhasil, pembentukan lembaga merupakan langkah penting bagi perkembangan berikutnya.[3]
2. Fase Setelah Penghapusan Hak-Hak Istimewa
Pada tahun 1937, Mesir dan inggris mengadakan persetujuan tentang penghapusan hak istimewa yang sebelumnya diberikan kepada orang asing. Lalu, Mahkamah Qonsuliah dihapuskan dan tugasnya dialihkan ke mahkamah mukhalitah. Mahkamah mukhalitah juga dihapuskan pada tahun 1949. Dengan dihapuskan dua lembaga ini, Mesir mengalami perubahan perundang-undangan dan sistem peradilan. Pada tahun 1948 dibuatlah perundang-undangan Mesir dimana syariat Islam sebagai sumber resmi. Kemudian tahun 1950 ditetapkan undang-undangan hukum pidana.

Sementara yang dijadikan sebagai sumber-sumber Qanun dan kedudukan syariat Islam di Mesir sebagaimana yang ditetapkan pada tahun 1948 adalah:
1. Undang-undang Al-Mukhalitah dan Al-Ahli yang pada hakikatnya berasal dari undang-undang Perancis.
2. Undang-undang perdata modern
3. Hukum Mesir sesuai kebutuhan Negara.
4. Syariat Islam sebagai hukum resmi.[4]

Dulu Syari’at Islam belum menjadi hal pertama yang dijadikan sumber acara. Setelah tahun 1980, baru prinsip-prinsip syariat Islam merupakan sumber utama bagi perundang-undangan.
.     Maka di dalam dunia Islam, dikenal 3 fase perkembangan peradilan yaitu: Fase pertama terjadi tahun 1911 sampai tahun 1950. Fase kedua terjadi tahun 1951-1970, ketika banyak Negara muslim yang telah merdeka dan mulai menata sistem perundang-undnagan. Pada tahun ini, Mesir selain menghapuskan wakaf keluarga, juga menghapuskan peradilan agama pada tahun 1955-1956 dan memberi wewenang pada peradilan umum untuk menyelesaikan sengketa keluarga. Fase ketiga terjadi dari tahun 1971-1986, pada fase ini hukum keluarga mulai dikembangkan.
Isi hukum keluarga di Mesir, antara lain disebutkan bahwa dalam hal poligami, istri pertama dapat meminta cerai dari suaminya kalau parkawinan suaminya dengan wanita lain menyebabkan ia menderita. Istri kedua dapat meminta cerai dari suaminya jika si istri merasa tertipu. Dalam hal perceraian di Mesir, disebutkan alasannya adalah menderita penyakit menular, gila dan dipenjara lima tahun atau lebih. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan.[5]

Dalam hukum pidana di Mesir masih ada kesenjangan, misalnya dalam kasus pembunuhan sengaja, dihukumi kerja paksa seumur hidup atau 3-5 tahun. Menurut undang-undang, hukum kerja paksa terbatas dapat diganti dengan penjara minimal 6 bulan, sedangkan orang yang dipenjara kurang dari 1 tahun dapat dibebaskan. Maka pembunuhan dengan sengaja bisa saja dibebaskan dari ancaman hukuman. Menurut hukum Islam, sanksi hukuman pembunuhan dengan sengaja adalah qishas (Al-Baqarah: 178-179). Qishas juga bisa diganti dengan diyat atau ta’zir. Artinya, pelaku pembunuhan dengan sengaja tidak bebas dari sanksi hukum.

B.     PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI SUDAN
Sudan adalah Negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam kebudayaan dan etnis, menghormati dan mengahargai agama-agama yang ada. Selain itu Sudan merupakan Negara kesatuan yang kekuasaannya memberlakukan hukum islam sebagai asas perundang-undangan dalam kesatuan dan persatuan.
 Ketika mereka merdeka dari jajahan Inggris dan Mesir pada 1 januari 1956, Sudan di bawah pemerintahan nasionalis sosialis mereka, islam tidak pernah di perhitungkan. Kondisi ini merubah sejak kudeta militer pertama di sudan pada tahun 1969. Pemerintahan militer berkuasa di bawah ja’fari Nimeri, tetapi karena legitimasinya makin rentan, pemerintahan ini lebih condong pada islam pada 1983. Politisi islam oleh Nimeri tidak bertahan lama karena penindasan telah berlangsung lama. Pemerintahan ini jatuh pada 1985 dan setelah periode transisional yang pendek di bawah Shadik Al-Mahdi . Kudeta kedua di Sudan terjadi tahun 1989 pada tanggal 30 juni, dan di sebut “ Revolusi Penyelamatan Nasional” dan keadaan ini membuat Basyir berada di puncak kekuasaan. Ia mendapat dukungan dari Turabi dan NIF.[6]
Turabi tidak menerima Negara sekuler. Sikap ini juga didukung oleh kelompok muslim di Sudan. Identitas islam Sudan merupakan konsekuensi logis dari jumlah penduduk muslim dan bentuknya adalah penerapan Syariah.. Penerapan hudud hanya pada mayoritas Muslim Sudan Utara. Para penganut animisme menggunakan hukum adat, sedangkan umat Kristen dan katolik bergantung pada gereja masing-masing. Demikianlah pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam “piagam charter” yang di rumuskan pada tahun 1987. Piagam ini di rumuskan berdasarkan Al-quran dan sunnah. Serta warisan keagaaman yang sesuai dengan realitas Sudan. Isi piagam Sudan terdiri dari 3 yaitu: pertama, aplikasi keagamaan dan bangsa, kedua ,etnisitas dan kebangsaan, ketiga wilayah dan Negara.[7]

Sudan memiliki lembaga peradilan yang mempunyai kebebasan dan berdiri sendiri tanpa dapat diintervensi oleh kekuasaan. Sekalipun demikian lembaga ini bertanggung jawab penuh kepada kepala Negara dalam pelaksanaannya , sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga peradilan ini mempunyai kepala yang disebut rasiul qadha yang  langsung dipilih oleh kepala Negara.

Lembaga peradilan di Sudan mempunyai kewenangan dalam menjalankan perundang-undangannya yaitu antara lain:
1. Menafsirkan teks-teks perundang-undangan
2. Menjalankan dan memberikan putusan  hukum terhadap pelaku-pelaku kejahatan.
Adapun bentuk lembaga-lembaga peradilan ini terdiri dari lembaga tertinggi, menengah, dan awaliyah. Lembaga peradilan tertinggi mempunyai kewenangan dalam membatasi perundang-undangan dan pembentukannya, lembaga peradilan menengah dan lembaga peradilan awaliyah memiliki kewenagan dalam memberikan keputusan terhadap pelaku tindak kejahatan, permasalahan al-ahwal asy-syaksiyah, seperti perkawinan, zakat, infak,dan waris.[8]

C.    PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI MAROKO
Al-mamlakah al-maghribiyah al- ashriyah, Maroko modern, adalah negara islam yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Allaasi dengan konsep neo-salafiyahnya, islam Maroko dowarnai oleh sejumlah bsar marrabut dan Suffi. Sistem kerajaan Maroko adalah monarki konstitusional demokratis, yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat yang disalurkan melalui lembaga konstitusional yang telah ada. Dalam sistem pemerintahan Maroko  raja adalah Amirul Mukminin , bukan khalifah Allah SWT . Kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi , lembaga tertinggi adalah majelis perwakilan, dewan penasihat. [9]

Dahir, UU negeri itu disahkan pada 2 juni 1961 yang berisi dasar hukum Maroko . beberapa pasal dari UUD nya yang berkaitan dengan sistem Maroko adalah sebagai berikut:
Pasal 1, maroko adalah negara kerajaan konstitusional demokratis, dan sosial.pasal 2, kedaulatan adalah milik bangsa dan dilaksanakan dalam bentuk referendum, tidak lansung melaluisaluran konstitusional. Pasal 3, partai politik itu harus berpartisifasi dalam organisasi dan peneglolaan negara. Pasal 4 UU (Qanun) didasarkan pada keinginan rakyat, dan seterusnya.[10]

Sebagaimana diketahui bahwa antara tahun 1912 sampai tahun 1956, wilayah Maroko dibawah dominasi politik Prancis . secara umum wilayah tersebut banyak di pengaruhi oleh sistem hukum yang diterapkan kedua negara tersebut.namun demikian , hukum privat yang berdasarkan syariat islam masih tetap dijunjung tinggi oleh umat islam Maroko. Hukum privat yang di terapkan menganut corak dan sistem hukum madzhab maliki.
Secara umum, sistem hukum di Maroko dibagi menjadi 2 macam  badan peradilan, mahkamah syariah dan mahkamah Madaniyah (peradilan umum), hukum kanomik, dan civil law Prancis. Pada aspek-aspek tertentu pemberlakuan hukum adat dapat membawa konflik terhadap hukum islam. Hal ini diakui oleh para ahli hukum islam Maroko yang tidak menyukai muatan-muatan hukum Prancis dan adat setempat masuk dalam hukum privat di Maroko.[11]

Kerja keras yang dilakukan oleh ahli hukum Maroko dan instrumen lainnya akhirnya menghasilkan beberapa draf dari kodifikasi hukum islam  antara lain:
1. Prinsip dan dasar pijakan keluarga yang di berlakukan dengan mazhab Maliki.
2. Memerhatikan aspek maslahah Mursalah

Kumpulan undang-undang hukum keluarga yang di beri judul mudawanah al-ahwal syakhsiyah atau the code of personal status 1957-1958.

D.   Peradilan di Arab Saudi
Raja Faisal mendirikan Kementerian Kehakiman pada tahun 1962 dan mengangkat Menteri Kehakiman pada tahun 1970. Sebelum ini, urusan peradilan berada di bawah kantor Mufti Agung atau Dewan Mufti, tetapi setelah berdirinya Kementerian Kehakiman, peradilan langsung berada di bawah kementerian ini, dan jabatan Mufti digabungkan ke dalam Dewan Tertinggi Peradilan (al-Majlis al-A’la li al-Qadha’) atau Mahkamah Agung Saudi, yang berdiri kemudian. Dari sini, maka peradilan terbagi kepada dua bagian besar. Pertama adalah beberapa lembaga peradilan berdiri sendiri yang bersifat peradilan administratif. Kedua adalah peradilan syar’i atau syar’iyyah (Peradilan Syari’at Islam) yang langsung berada di bawah Kementerian Kehakiman.

Peradilan Berdiri Sendiri
1. Diwan al-Mazhalim (literal: Dewan Ketidakadilan).
2. Hai’ah Muhakamah al-Wuzara’ (Lembaga Peradilan Kabinet).
3. Al-Hai’at al-Mukhtashshah bi Ta’dib al-Muwazhzhafin (Lembaga Khusus Pendisiplinan Pegawai).
4. Lajnah Qadhaya at-Tazwir (Komite Perkara-Perkara Pemalsuan).
5. Hai’ah Hasm an-Niza’at at-Tijariyyah (Lembaga Penyelesaian Sengketa Dagang).
6. Al-Lujan al-Markaziyyah liqadhaya al-Ghisy at-Tijari (Komite Pusat Perkara-Perkara Penipuan Dagang).
7. Al-Ghuraf at-Tijariyyah wa ash-Shina’iyyah (Kamar Dagang dan Industri).
8. Al-Mahkamah at-Tijariyyah (Peradilan Perdagangan).
9. Lajnah Taswiyah Qadhaya al-‘Ummal (Komite Penyelesaian Perkara Buruh),
10. Al-Majalis at-Ta’dibiyyah al-‘Askariyyah (Majelis Pendisiplinan Militer).
11. Al-Majalis at-Ta’dibiyyah li al-Amn ad-Dakhili (Majelis Pendisiplinan Keamanan Dalam Negeri). [12]

Lembaga peradilan berdiri sendiri yang disebut di atas adalah semacam peradilan ad.hoc yang tidak berketerusan. Ia ada bila diperlukan yang mengadili perkara-perkara tertentu dan tidak mempunyai hakim dan aparat peradilan yang tetap. Peradilan Syar’iyah dan Peradilan Berdiri Sendiri termasuk dalam empat jenis peradilan yang disebutkan oleh para fuqaha’ yaitu Peradilan Biasa (al-Qadha’ al-‘Adiyah), Peradilan Diwan al-Mazhalim (Qadha’ al-Mazhalim), Peradilan Perhitungan (Qadha’ al-Hisbiyyah), dan Peradilan Militer (al-Qadha’ al-‘Askari). Kecuali Peradilan Syar’iyah, maka semua Peradilan Berdiri Sendiri, termasuk jenis kedua, ketiga dan keempat. Peradilan utama adalah Peradilan Syar’iyyah sebagai peradilan umum yang berada di bawah Kementerain Kehakiman dan Peradilan Diwan al-Mazhalim sebagai peradilan administrasi yang berada di bawah Raja.

Diwan al-Mazhalim
Pengadilan Mazhalim pada mulanya di zaman Raja ‘Abd al-‘Aziz merupakan tanggapan  terhadap keluhan masyarakat tentang ketidakadilan yang diterima rakyat. Raja menyediakan waktu tertentu dalam sebulan untuk mendengarkan keluhan masyarakat, lalu ia mencarikan jalan keluarnya. Pada tanggal 12.6.1373H/1954M dibentuk sebuah badan resmi negara dengan nama Diwan al-Mazhalim langsung di bawah Kantor Perdana Menteri yang menangani keluhan masyarakat termasuk kesalahan yang dilakukan oleh para hakim, pejabat pemerintah dan kontrak-kontrak yang dilakukan warga negara yang melibatkan pihak asing atau lembaga pemerintah,  masalah distribusi barang-barang, perwakilan-perwakilan perdagangan, sengketa maritim dan semua sengketa perdagangan selain bank.

Kewenangan lembaga berkembang menjadi tiga divisi, yaitu administratif, perdagangan dan pidana. Terdapat sebuah Panel Audit (Audit Panels) berfungsi sebagai peradilan banding. Keluhan disampaikan kepada Ketua Dewan yang membentuk sebuah tim panel yang akan membicarakan kasus tersebut dan salah seorang anggotanya harus pengacara atau ahli hukum. Putusan diambil dengan suara terbanyak beberapa minggu setelah keluhan disampaikan. Tim dapat menolak keluhan tersebut atau mengabulkannya. Bila putusan telah diambil, keberatan hanya dapat diajukan ke Kabinet atau Dewan Menteri. Pemohon mengajukan keberatannya ke Kantor Raja atau Kantor Putera Mahkota, kemudian diteruskan ke Kantor Hukum Raja atau Putera Mahkota. Jawaban akan diberikan kepada Diwan al-Mazhalim. Bila putusan telah ditandatangani oleh Raja, maka putusan bersifat final. Putusan Panel Audit dalam bidang hukum administrasi dapat menjadi preseden bagi Diwan al-Mazhalim.[13]
Hampir sama seperti di Indonesia, dimana di Arab Saudi juga mengenal pengadilan TUN, dan pengadilan umum yang menangani kasus pidana. Bedanya, disana adalah lebih rincinya masalah mekanisme penanganan kasus.
Fungsi  Diwan al-Mazhalim adalah melaksanakan putusan lembaga luar negeri baik peradilan maupun arbitrase. Permohonan dengan melampirkan putusan yang sudah dilegalisasi disampaikan melalui Kantor Hukum Menteri Luar Negeri lalu disampaikan kepada Diwan. Putusan yang dimohonkan harus bersifat final dan negara dari pengadilan tempat perkara itu diputus mempunyai perjanjian eksekusi dengan Saudi Arabia. Dalam kasus-kasus tertentu, perkaranya kadang-kadang diperiksa lagi oleh peradilan Saudi.[14]

 “Di samping sistem hukum Syari’at, yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehakiman, pemerintah Saudi juga menerapkan regulasi-regulasi dan membangun lembaga-lembaga untuk menangani kasus-kasus yang tidak dicakup oleh Syari’at. Ini dirancang supaya sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’at dan melengkapinya dan bukan menggantinya. Hasilnya adalah sebuah sistem hukum ganda, yang satu seluruhnya berdasarkan Syari’at dan yang lain bersifat otonomi, tetapi tidak terlepas dari Syari’at. . .

Peradilan Syar’iyyah
Peradilan negara tertinggi adalah al-Majlis al-A’la li al-Qadha’ (Majelis Tertinggi Peradilan/MA). Di bawahnya terdapat dua peradilan banding di Makkah dan peradilan banding di Riyadh. Di bawah peradilan banding adalah  peradilan tingkat pertama yang terdiri dari peradilan biasa atau umum dan peradilan segera. [15]
Berarti di Arab Saudi mengenal struktur peradilan, yang mana adanya urutan penanganan kasus mulai dari peradilan tingkat pertama hingga tingkat banding. Ini berarti Peradilan Syari’ah telah kompleks seperti di Indonesia.
Reformasi Sistem Peradilan
Raja ‘Abdullah bin ‘Abd al-‘Aziz pada tanggal 1 Oktober 2007 menerbitkan Royal Order (Titah Raja) tentang pembaharuan peradilan. Pelaksanaannya diperkirakan berjalan dalam dua sampai tiga tahun. Untuk pembaharuan ini, Pemerintah menyiapkan dana sebesar tujuh miliar riyal atau sekitar 1,8 milyar dolar AS yang digunakan untuk pembangunan sarana, prasarana, termasuk pelatihan hakim dan aparat peradilan yang baru, dan lain-lain. Intinya adalah pembaharuan Peradilan Syari’at yang telah berjalan lebih kurang 30 tahun dan Peradilan Diwan al-Mazhalim.yang telah berjalan lebih kurang 25 tahun.
Berdasarkan Undang-Undang Peradilan 2007 ini, maka Majelis Tertinggi Peradilan tidak lagi berperan sebagai Mahkamah Agung, tetapi sebagai pusat administrasi peradilan. Di antara tugasnya adalah:
· Menerbitkan regulasi berhubungan dengan tugas-tugas para hakim dengan persetujuan Raja.
· Menerbitkan regulasi-regulasi pengawasan peradilan, pendirian peradilan baru, penggabungan dan penghapusan peradilan.
· Menetapkan wilayah yurisdiksi dan pembentukan tim majlis.
· Menetapkan ketua-ketua peradilan banding.
· Menerbitkan aturan-aturan tentang fungsi dan kekuasan ketua-ketua pengadilan dan wakil-wakilnya.
· Menerbitkan aturan-aturan tentang metode pemilihan hakim.
· Mengatur tugas para pembantu hakim, dan lain-lain.[16]

Berdasarkan aturan baru ini, maka hirarki Pengadilan Syari’at menjadi tiga tingkat. Pertama adalah Pengadilan Tinggi sebagai Mahkamah Agung. Kedua adalah Pengadilan Tingkat Banding yang terdiri dari:
 1. Pengadilan Perdata
 2. Pengadilan Pidana
 3. Pengadilan Hukum Keluarga
 4. Pengadilan Perdagangan
 5. Pengadilan Perburuhan.
Pengadilan Tingkat Pertama yang terdiri dari:
 1. Pengadilan Umum
 2. Pengadilan Pidana
 3. Pengadilan Hukum Keluarga
 4. Pengadilan Perdagangan
 5. Pengadilan Perburuhan. [17]

Pengadilan Diwan al-Mazhalim berubah menjadi Badan Peradilan Administratif (Board of Administrative Court) yang mempunyai hirarki mirip dengan hirarki Pengadilan Syari’at yang terdiri dari Pengadilan Tinggi Administratif, Pengadilan Banding Administrasi, dan Pengadilan Tingkat Pertama Administratif. Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding Administratif terdiri dari 1. Bidang Pendisiplinan, 2. Bidang Administratif, 3. Bidang Subsider, dan 4. Bidang Spesialisasi yang lain.[18]





















Kesimpulan dan Penutup
·         Di Mesir, Mahkamah Qonsuliah dihapuskan dan tugasnya dialihkan ke mahkamah mukhalitah. Mahkamah mukhalitah juga dihapuskan pada tahun 1949. Dengan dihapuskan dua lembaga ini, Mesir mengalami perubahan perundang-undangan dan sistem peradilan. Kedudukannya sejajar dengan eksekutif.
·         Di Sudan, lembaga peradilan ini terdiri dari lembaga tertinggi, menengah, dan awaliyah. Lembaga peradilan tertinggi mempunyai kewenangan dalam membatasi perundang-undangan dan pembentukannya, lembaga peradilan menengah dan lembaga peradilan awaliyah memiliki kewenagan dalam memberikn keputusan terhadap pelaku tindak kejahatan, permasalahan al-ahwal asy-syaksiyah, seperti perkawinan, zakat, infak,dan waris. Kedudukannya sejajar dengan eksekutif.
·         Sistem hukum di Maroko dibagi menjadi 2 macam  badan peradilan, mahkamah syariah dan mahkamah Madaniyah (peradilan umum), hukum kanomik, dan civil law Prancis. Pengaruh Islam sangatlah kuat disana. Berdasarkan aturan baru ini, maka hirarki Pengadilan Syari’at menjadi tiga tingkat. Pertama adalah Pengadilan Tinggi sebagai Mahkamah Agung. Kedua adalah Pengadilan Tingkat Banding, dan Pengadilan Diwan al-Mazhalim berubah menjadi Badan Peradilan Administratif (Board of Administrative Court) yang mempunyai hirarki mirip dengan hirarki Pengadilan Syari’at yang terdiri dari Pengadilan Tinggi Administratif, Pengadilan Banding Administrasi, dan Pengadilan Tingkat Pertama Administratif. Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding Administratif terdiri dari 1. Bidang Pendisiplinan, 2. Bidang Administratif, 3. Bidang Subsider, dan 4. Bidang Spesialisasi yang lain.
Alhamdulillah, makalah ini selesai saya buat. Tentunya masih banyak kesalahan yang terkandung di dalamnya. Maka dengan senang hati penyusun memohon kritik dan saran dari Bapak Dosen atau pembaca pada umumnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amiin.
Daftar Pustaka
1.     http://www. HilmanFitriAlbanjary.blogspot.com, “perkembangan-hukum-islam-pada-masa-modern-yaitu-di-mesir-sudan-dan-maroko” 2 agutus 2013.
2.     . http://www.  islamic-law-in-indonesia.blogspot.com, “sistem peradilan Saudi Arabia  13 februari 2010.


[1] http://www. HilmanFitriAlbanjary.blogspot.com, “perkembangan-hukum-islam-pada-masa-modern-yaitu-di-mesir-sudan-dan-maroko” 2 agutus 2013.
[2] Loc.cit
[3] Loc.cit
[4] Loc.cit
[5] Loc.cit
[6] Loc.cit
[7] Loc.cit
[8] Loc.cit
[9] Loc.cit
[10]Loc.cit
[11] Loc.cit
[12] http://www. islamic-law-in-indonesia.blogspot.com/2010/02.
[13] http://www. islamic-law-in-indonesia.blogspot.com/2010/02

[14] Loc.cit

[15] http://www.  islamic-law-in-indonesia.blogspot.com/2010/02

[16] Loc.cit


[17] . http://www.  islamic-law-in-indonesia.blogspot.com/2010/02
[18] Loc.cit