الحمد لله ربّ العالمين والصّلاة والسّلام على سيّدينا
و مولنا و حبيبينا قرّة اعيوننا محمّد و اله و اصحابه اجمعين.
السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته
1. Proses
Islamisasi Desa Krajan Bener, Kec. Tengaran
(disadur dan diterjemahkan dari makalah
berbahasa Jawa milik Bapak Yasin Abdul Hadi Bin Muhammad Hadi bin Sahri-Idris
bin Juwahir bin Hasan Adi bin Nur Salim (dari Demak Bintoro)). Mbah Nur Salim
ini menikah dengan seorang priyayi Mrawun, Cepogo. Jika diurutkan ke atas,
nasabnya sampai ke Raden Ragasasi, seorang priyayi Desa Tumang. Dan dari Raden
Ragasasi ke atas hingga Raden Pakubuwono I di Yogyakarta. Dan silsilah Bapak
Yasin dari ibunya yang bernama maimunah binti Hasyim bin Aly Al-Haj bin-bin-bin
Sayyid Abdulghoni Al-Haj Al-‘Attas dari Cirebon.
Penyusun awal
cerita, Bapak Yasin ini masih hidup (tahun 2013 M) dan tinggal di Krajan Bener,
Rt. 01/01, Kec. Tengaran, Kabupaten Semarang. Beliau masih merupakan paman dari
penerjemah makalah.
Awalnya,
penduduk Desa Bener yang beragama Islam sangatlah sedikit, yakni +- 7-8
keluarga. Sementara itu penduduk mayoritas adalah ahli maksiyat, sebab Lurah
Bener yang bernama Trah Gagatan adalah seorang penjudi, peminum dan sering adu
jago alias Islam KTP. Konon, Lurah ini bersyahadat ketika menikah tetapi
kelakuannya tidak mencerminkan iman yang haq. Karena itu ayah dari penyusun
cerita yang bernama saheri-Idris merasa prihatin dengan keadaan penduduk desa.
Maka beliaupun mendaki Gunung, tujuan safarnya adalah ke Magelang. Seusai tiba
disana, beliau kemudian pulang ke desa. Tetapi beliau tidak segera menuju rumah
kediaman melainkan ke Waduk Senjaya, Bener untuk menyepi dan bertapa. Lalu
beliau ke rumah untuk mendiskusikan masalahnya ke sang istri, islamisasi di
Desa Bener.
Setiap hari
Jum’at, penduduk yang minoritas islam senantiasa melaksanakan shalat Jum’at di
Masjid Cabean, Kembangsari Tengaran. Sesudah melaksanakan shalat jum’at, mereka
selalu menuju rumah kediaman Rama Kyai Abu Naim, ulama Desa Cabean. Permintaan
mereka kepada sang Kyai hanya satu, yakni agar beliau mendatangkan ulama’ dari
Magelang. Beberapa waktu kemudian, maka datanglah ulama tersebut bersama
keluarga. Ulama sepuh dan ‘alim itu bernama Kyai Jalal Suyuthi, pendiri PP.
Al-Manar, Bener. Dengan modal tanah Wakaf dari Mbah Juwahir, leluhur penyusun
dan penerjemah, berdirilah Masjid Al-manar yang waktu itu disebut Masjid
Pethung Sari.
Ulama satu ini
sangat dicintai warga, setiap saat diadakan pengajian khusus ibu-ibu sehingga
mengundang minat para santri dari berbagai penjuru daerah, mulai dari Dusun
kadipurwo, Bener, salah satunya Bapak Abbas hingga santri dari Wonosari jurusan
Ampel. Maka sejak itu PP. Al-Manar ramai akan santri yang menuntut ilmu.
Putra-putri dari ulama tersebut meneruskan perjuangan dakwah hingga ke Jawa
Timur seperti Kyai Duri, Kyai Ashuri, Kyai Muhammad Suhudi, dan lain-lain yang
mondok di Tremas dan Jombang.
2.
Pertemuan di Desa Tegalwaton
Pada suatu hari, Kyai Jalal Suyuthi
pergi ke kediaman Lurah Tegalwaton bersama Kyai Abu Na’im Cabean untuk
melaksanakan rutinan tahlil. Kemudian mereka berdiaolog. Kurang lebih yang
memulai dialog adalah Kyai Jalal Suyuthi, “Saya sudah mulai tidak kerasan di
Bener, sebab adanya gangguan dari lurahnya.” “Bagaimana ananda ini, jangan
seperti itu. Jangan menyerah sebelum berperang. Engkau ini telah kujadikan
teman berjuang dan dakwah bersama
putraku, Jaya guna menegakkan kalimat Allah”. Jawab Lurah Tegalwaton.
Maka beliau menyuruh Kyai Jalal
Suyuthi untuk riyadhoh. Maka mereka berdua pun berpuasa dan safar menuju
Tembayat, Klaten. Kyai membawa oleh-oleh berupa pisang dan nasi bungkus untuk
dibagi-bagikan ke anak-anak yang bermain di jalan. Setiba di Tembayat,
oleh-oleh pun habis dibagikan. Anak-anak pulang dengan menggunakan kendaraan.
Suatu hari, akhirnya Lurah Bener,
Trah Gagatan pun meninggal dunia dan digantikan oleh Lurah Jaya Sumarta dari
Daerah Dusun Tugu, Bener. Beliau menjabat selama 30 tahun dan bersam Kyai Jalal
Suyuthi, telah membangun Desa Bener
yang sekarang berkembang pesat
Islamnya.
3.
Pembangunan Masjid Bener
Pada suatu hari,Ndoro dono Sentono
menghadap Lurah Bener, dan ketika Lurah sampai di Kawedanan/kecamatan waktu
itu. “Pak, aku hendak bertanya pada engkau, di Desamu katanya ada Kyai yang
mustajab do’anya. Putraku nilai akademisnya sangat rendah. Aku minta tolong
bicarakan hal ini pada beliau agar mendoakan putraku ini agar nilainya
membaik.” Kata Ndoro dono itu. “Baik, pak. Nanti akan saya sampaikan semuanya
kepada beliau”. Kata Pak Lurah. “Insya Allah saya do’akan”. Ujar Kyai saat
ditemui oleh Lurah itu. Maka berkat pertolongan Allah, do’a beliau dikabulkan.
Maka setelah beberapa hari berselang,
ada secarik surat yang dikirim dari Kawedanan kepada Kyai yang isinya adalah
kabar bahwa anak Ndoro dono tadi lulus dengan nilai yang memuaskan dengan
predikat cerdas. Lalu ada hadiah dari Ndoro dono akan memberi satu permintaan.
Akhirnya, sang Kyai meminta agar masjid Bener diperbaiki. Maka setiba di
Kawedanan, Lurah yang diutus sang kyai ditanyai oleh Ndoro dono, “Kas desamu
masih berapa?” “Kurang lebih 100 rupiah, pak.” Jawab Lurah. “nah, gunakan uang
itu untuk membangun masjid!” Ujar Ndoro dono, maka warga pun bergotong-royong
untuk membangun masjid dengan uang kas desa tersebut.