Jumat, 20 Agustus 2021

Solusi untuk Manusia

 

Sejarah dan Opini tentang COVID-19 serta Solusi dari Ummat Muslim untuk Ummat Manusia

Oleh: Nur Muhammad

COVID-19 adalah singkatan dari Corona Viruses Disease-19 pandemi yang menyerang saluran pernafasan. Virus ini dapat hidup di metal selama 4 jam, dan kardus selama 24 jam. Berasal dari aktivitas di pasar daging segala hewan liar di kota Wuhan China sekitar tahun 2019. Kalau dulu flu Rusia/China merupakan masalah serius bagi pernafasan pada tahun 1889 dikarenakan manusia yang tidak tenang jiwanya (lupa pada kemanusiaan dan asal-tujuan hidupnya), kini kita mengenal COVID-19. Adzab_Nya yang berasal dari ulah manusia yang serakah dalam merusak bumi dan sistemnya, memutilasi kemanusiaan, kelewat batas, tidak tertata, seenaknya sendiri dan mendzolimi diri-sendiri (mungkin termasuk kita yang sedang diuji agar sadar bahwa kehebatan, kepandaian dan kesaktian bukanlah Tuhan, semuanya adalah milik_Nya dan akan kembali kepada_Nya). Namun ada teori yang menyatakan bahwa virus ini diciptakan di laboratorium Universitas Wuhan yang bekerjasama dengan Amerika Serikat untuk menyilangkan virus-virus sejak tahun 2010 dan merancang skenario aturan kesehatan untuk seluruh dunia sebagai upaya biowar dan mengurangi 15 % populasi manusia di dunia. Mereka yang menciptakan virus, mereka pula yang mengujicobakannya kepada warganya sendiri, lalu dibocorkan ke seluruh negara sehingga ekonomi bangkrut 120 % selama pandemi dan mereka juga yang berlomba-lomba membuat vaksin untuk dijual ke seluruh dunia. Mulailah persaingan untuk membuat vaksin paling efektif mulai dari Mrna-1273 dari Moderna, Ad5-nCOV dari Cansino Biologics, ChADOx1 dari Oxford, INO-4800 dari Inovio Pharmaceuicals, Oral recombinant COVID-19 vaccine dari Imperial College London, Palnt-Based COVID-19 Vaccine dari Mediago, DNA-Based vaccine for COVID-19 dari Altimmune, Johson & Johson dan BARDA, BNT162 dari Pfizer Amerika dan BioNTech, Astra Zeneca dari Inggris dan Swedia (tidak untuk lansia sebab adanya efek samping thrombosis vena serebral sejak 15 Maret 2021), Sinovac.  Karena pengetahuan vaksin di 3 lab Indonesia membutuhkan waktu hingga bulan September 2020, dan cairan anti wabah (yang komposisinya terdiri dari air, garam, sodium hipoklorit, hipoklorit acid, ozon, dicampur hidrogen peroxide) perlu dites dahulu sebagai suplemen (bukan sebagai obat), maka 2 vaksin yang terakhir di atas kini sudah mulai digalakkan pendistribusian dan pemakaiannya di Indonesia pada tahun 2021. Khususnya diperuntukkan kepada lansia, sebab COVID-19 mudah menjangkiti lansia, tidak seperti virus Ebola dan SARS/COV-1 yang belum memiliki vaksin padahal sudah 10 tahun. Mereka juga yang membuat protokol kesehatan guna persiapan menuju the new normal (memakai masker padahal virus dapat hidup di masker selama seminggu, di kain selama 14 jam-mungkin hikmahnya agar kita berhenti berbuat ghibah-fitnah-adu domba-dan menebar hoaks yang penuh kedustaan maka perlu adanya pembagian masker gratis atau pembuatan masker mandiri, menjaga jarak di tengah penyebaran wabah karena kita rentan atau terinfeksi setidaknya hingga tahun 2022 menurut epidemiolog Harvard Professor Marc Lipsitch, mencuci tangan dengan hand sanitizer atau sabun, senam pada pukul 10 pagi, dan tes PCR yang akurasinya hanya 63% sehingga sisanya adalah kategori negatif palsu, serta pemisahan virus/swab sebab virus bertahan selama 1 bulan dan  lain-lain), mereka juga yang mengatur untuk lockdown (efektif jika vaksin tersedia, jumlah sakit yang minim, dan jumlah kematian 0,8 % dari total jumlah penduduk yang padat, adanya dapur umum, serta para miliarder negeri mau berbagi sembako selama 2 bulan) dan kegiatan sosial (seperti sholat Tarowih-‘Id-Jum’at di masjid jami’, belajar di sekolah, pengajian akbar, dan berjualan di warung dan pasar) dibatasi karena dianggap berbahaya untuk kesehatan. Mereka juga yang membuat rakyat menderita, karena menjual untuk tetap survive namun belum tentu ada pembeli atau membeli belum tentu ada penjual (paceklik). Belum lagi adanya larangan untuk mudik fisik meskipun koneksi internet terkadang lancar dengan adanya kuota data sehingga order barang bisa dilakukan sambil selonjoran dan lama-lama kita akan melupakan budaya antre, namun hidup terancam menganggur karena dipecat secara massal dari perusahaan atau dunia kerja. Itupun bagi yang ada kuota, lha yang belum mampu konversi dunia analog ke digital dengan tiadanya kuota data/sinyal dan diskusi dengan teman-teman, apa iya kita akan terus istirahat melihat para siswa terdistraksi di rumah? UMKM hanya akan bertahan hingga tahun 2022, itupun jika memiliki bahan baku sendiri dan pendistribusian barang mau bertransformasi ke sistem digital.  Bahkan ada yang sampai terpaksa mencuri dan merampok, sudah 280 anak yang dirawat per Mei di Indonesia, ada yang meninggal dunia akibat terdampak lockdown tingkat lokal dan rakyat diminta untuk terbiasa dengan virus/virus semakin memutasi menjadi keluarga kita sementara pemerintah tetap sejahtera. Padahal cacing-cacing sebagai penjaga negeri sudah keluar dari tanah karena kepanasan, sebagai sabda dari ’alam. Kok kita belum sadar juga? Bahwa Alloh Swt itu ada dan menyertai kita.

Awalnya Indonesia hanya tembus 5136 kasus positif dengan 469 orang yang meninggal yang dilaporkan oleh media akibat Covid-19 kemudian meningkat menjadi 5923, 7135, 7418, 15.438 kasus positif yang diketahui oleh pemerintah (belum ada 1% dari total 267 juta penduduk yang diperiksa), dan terus saja bertambah hingga sekarang karena pembiasaan baru disikapi dengan shock dan radikal. Beritanya pemerintah Indonesia sudah membeli obat Avigan dan Cloroquine sebanyak 2 juta buah, namun belum ada wujudnya. Setidaknya, solusi perlu disimulasikan terlebih dahulu. Isolasi selama 14 hari di lembaga kesehatan negara juga perlu diterapkan dengan ketat khususnya bagi para wisatawan dari luar negeri, uji sampel terhadap pasien perlu dipercepat menjadi sehari dengan transparansi data dan perbaikan efisiensi uji lab, serta massive testing berskala besar perlu dilakukan dengan cepat begitu pula dengan restriksi perjalanan jauh. Sejak 3 Maret 2021 berdasarkan lembaga virology Robert Koch Institut Jerman, Mutasi virus B. 1.1.7  dari Inggris, Brazil dan Afrika Selatan cepat menular dan berbahaya. Dibutuhkan masker FFP2 atau NG5  setiap 20 menit sekali atau membuka ventilasi selama 5 menit atau antigen, atau vaksin Biontech yang sudah diuji oleh WHO dan European Medicines Agency pada akhir 2020 yang dikembangkan oleh Ozlem Tureci dan Ugur Sahin, pasutri Muslim Turki sehingga kita (lansia, remaja dan anak-anak) memiliki kartu vaksin dengan QR-Code, atau bernafas dengan bantuan mesin selama 30 hari, atau berjalan dengan bantuan rollator, atau didialisis jika virus menyerang jantung.

Virus akan mati jika droplet (dari mulut, tenggorokan, paru-paru, lendir mata dan saluran air mata) kering di tempat yang lembab. Setidaknya kita mencadangkan pakan ternak selama 14 hari, dan tidak berinteraksi dengan pasien Covid-19 selama seminggu. Pengobatan ranahnya berada dalam kemampuan praktisi professional biologi dan kesehatan dan kita percaya akan hal itu. Pemerintah juga wajib percayakan hal ini pada mereka. Sebab ahli kesehatan-medis dan farmasi kita mampu mengatasi virus yang mampu bertahan di besi-atom dan alumunium ini.

Bahkan kini tenaga medis yang memakai prokes dan APB saja dapat terpapar oleh varian baru Delta. Sementara oxymeter, stok plasma konvalasen, layanan vaksinasi, layanan makanan gratis bagi pelaku isolasi mandiri dan tabung oxygen terbatas. Kini mobil ambulans berkeliling desa, mengambil atau mengantarkan mayat ke pemakaman sebab meskipun kita letih-lapar-gelisah-putus asa-menangis karena anak isteri belum tentu makan-keuangan tidak jelas-terjebak dalam kesunyian dengan glundhang-glundhung karena lockdown di rumah (berarti virus lebih baik dari kita sebab hal-hal di atas tidak perlu kita takutkan), hendak ke masjid bertaqorrub juga dibatasi, toh malaikat Izro’il juga tetap berangkat kerja (kita hikmahi bahwa kematian itu adalah kelahiran bagi kader-kader sholih yang baru) dan yang perlu ditakutkan adalah jika virus ini merupakan ‘adzab dari_Nya. Meskipun virus akan ikut mati, jika yang terpapar meninggal dunia, kita harus tetap berusaha dan ada banyak hal yang dapat kita pilih untuk kita lakukan. Misalnya dengan makan pecel dengan kembang turi, makan rendang dengan diberi daun salam agar tidak berkolesterol, minum air zam-zam ataupun sayuran untuk membersihkan darah, transfer energi kepada keluarga dengan pelukan, memakmurkan bumi dengan gemati dalam menanam dan merawat sayuran seperti cabe-bayam-kangkung-terong-kacang panjang-buncis-selada-jagung manis-serai-empon-empon di pot (re-use sampah plastik) sembari mematangkan konsep pertanian barokah (menanam gandum-kurma dan buah-buahan seperti nanas, pisang yang juga dapat untuk diambil dhebognya dan kelapa yang juga dapat diambil sabut dan bathoknya sebagai hasil kerajinan atau air legennya untuk dimasak menjadi gula Jawa) agar bisa dibagikan kepada tetangga, membuat lumbung pangan tingkat kelurahan bekerjasama dengan pengusaha kecil misalnya dengan menanam singkong atau menanam padi di polybag jika tidak memiliki sawah, beternak lebah madu dengan didukung oleh penanaman bibit bunga matahari, beternak ikan kutuk/gabus-lele-mujair-nila untuk kurang dari 4 bulan panen, beternak ayam kampung petelur, beternak gurame untuk 6 bulan panen, menjual hasil bumi dengan harga yang murah, fermentasi probiotik rempah (tanaman yang berkhasiat untuk lahir-bathin), menanam dengan cara hidroponik (bagi yang tinggal di kota), tetap bertegur sapa meskipun berbeda suku agar bathin tersentuh secara mendalam dan budaya tradisional semakin kaya responnya, pembuatan marketplace bagi para pedagang dan menyiapkan mekasime bisnis desa dengan optimalisasi koperasi (menghimpun dana awal untuk penguatan produksi/bagi hasil dengan donasi alat produksi tepat guna (tenun sutra dengan menanam pohon murbei, kerajinan dari kayu dan bambu, kerajinan dari enceng gondok dan logam mulia serta gerabah-keramik, usaha rumahan untuk pembuatan obat herbal, dll), penguatan produksi termasuk start-up digital, perusahaan mereserve keuangan, membagi zakat, mengadakan Yaasinan sembari bergotong royong dalam gerakan shodaqoh nasi bungkus karena tidak tega jika ada tetangga yang kelaparan (peka terhadap keadaan sosial), keluarga besar bertanggung jawab terhadap kebutuhan makanan keluarga, menabung uang receh di tiang bambu, tetap guyub rukun dengan mendirikan lumbung pangan masjid atau posko relawan untuk mentraktir makanan bagi yang membutuhkan sembari mengadakan sosialisasi hidup bersih dan kesegaran lingkungan serta energi terbarukan, bekerja sama dengan pengusaha akrilik untuk pendistribusian APD agar tidak dikapitalisasi, mendirikan sekolah sawah yang disediakan pula ruang baca untuk anak-anak terdampak sekolah daring, memaksimalkan peran di rumah yakni dengan work from home demi kebutuhan primer dan keluar rumah saat penting saja misalnya hendak belanja ke pasar komoditas desa serta mendidik anak isteri sehingga hidup lebih hemat konsumsi dan mesra antar keluarga, sholat tarowih di rumah, memeriksa suhu tubuh para pemudik, memeriksakan mereka yang sakit ke bidan desa, berhenti import dengan berswadaya dan tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap pencurian melalui penjagaan keamanan oleh polisi dan termasuk warga desa yang kaya, menghibur diri (dengan menggembala kambing, bersepakbola, atau menulis puisi, artikel di koran, naskah drama, skenario film, atau novel Islami), serta tidak menyepelekan virus sebab selembar uang yang kita pakai juga dapat terkena. 

Belum ada rencana darurat nasional pasca Covid-19 mereda (dalam bentuk survivalitas kesejahteraan rakyat yang dikreatifi dengan imun jasadiyah/kesehatan dan rukhiyyah/keselamatan yang menjadi concern utama secara disiplin agar para malaikat menjaga kita dengan perintah_Nya yang bercahaya). Lalu apa hikmah dari semua ini? Dana COVID-19 perlu ditangani oleh negara dengan pendataan, pemetaan, teknis, penggunaan, dan ketepatan penerima yang baik dan serius. Pembiasaan baru juga tidak perlu dipaksakan sebab kita bukan Tuhan yang Maha Memastikan Kesembuhan. Sebenarnya puasa dapat meningkatkan fungi fagosit dari sel netrofil darah (menyerang virus/bakteri tubuh) menurut penelitian Universitas Sadat Kairo. Puasa dapat meresintesis sel-sel imun atau meregenerasi sitem imun dengan konsep autophagy yakni membersihkan sampah protein yang telah rusak. Vaksin, suplemen ramuan empon-empon (kunyit, jahe, kayu manis, cengkeh, bawang merah-putih) sebagai immunomodulator, vitamin, makanan sehat dan do’a hanya merupakan proses tawakkal kita untuk 2 tahun ke depan. Sebab Alloh Swt adalah Sang Maha Pengendali sekaligus Pemilik virus dan Maha Penyembuh. Motivasi dan pembersihan diri memang penting. Namun sudah siapkah kita untuk berpuasa 2 hingga 3 tahun ke depan? Kadar keagamaan dan kejernihan pikiran kita sedang diuji oleh_Nya agar kita kembali melakukan proses spiritual connecting sebagai vaksin ghoib seperti bersujud tahajjud yang meningkatkan limfosit dan imunoglobin M-G-A, beristighfar, bertaubat nashuha, ta’at-takut dan faqir kepada_Nya, qona’ah terhadap qodlo-qodar dari_Nya, bertaqwa kepada_Nya dan mengingat keagungan_Nya sebab kita tidak mampu bersembunyi dari_Nya (kembali mudik kepada_Nya bahwa Dia adalah Perencana Terbaik). Kita perlu menzuhudkan diri dari materialisme dunia agar mental kita kuat yakni dengan laku prihatin, memakmurkan masjid hati dan tetap rajin berkarya untuk mengembangkan fadhilah diri. Mari kita bertahannuts-bermusyawaroh dengan kepala dingin dan berpikir kritis demi solusi bersama menghadapi pembiasaan baru meskipun via daring (untuk penataan sektor-sektor kehidupan yang terpenting di saat wabah) sebagai bukti dari meneladani Rosululloh Saw! Latih kecerdasan kita, ambil tantangan yang ada sehingga kita terbiasa untuk hidup komunal dan jernih wajah kita! Sebab kelak krisis hingga tahun normal 2025 diprediksi akan terjadi peralihan profesi kreatif bahkan di luar bakat pasca pandemi, pertanian dan regenerasi ekspertasi akan menjadi penting sebab para petani terbiasa untuk hidup berswasembada/mandiri dan secara terbatas, pendidikan untuk rakyat akan lebih mengutamakan pesantren, sistem jual beli memungkinkan untuk kembali menggunakan barter barang, industri akan lebih bergerak dalam bidang essensials (produksi non-eksploitatif untuk memenuhi konsumsi) dengan didukung CSR (empati bersama) demi pembangunan manusia, investasi bergerak serius di bidang kesehatan, lebih bijak terhadap data informasi (sebab tidak ada data yang 100% akurat, pasti ada deviasinya) dan pemilihan pemimpin akan lebih hati-hati dan memperbanyak istighfar agar tidak bertubi-tubi ditekan-diberi musibah, dan kebingungan. Apa tidak terlalu cepat jika kita pasrah dan menunggu kehadiran Imam Mahdi untuk meminta petunjuk dari Rosululloh Saw? Padahal kita masih memiliki rijalul ghoib, kyai khosh, musytasyar, mursyid, para pewaris nabi yang memahami ‘ilmu dari kitab kuning, yang kasyaf, dan mampu bermimpi bertemu Rosululloh Saw atau bahkan dalam kondisi terjaga. Tugas kita hanya merintis kembali keimanan-per’adaban Madinah 20-30 tahun ke depan dengan mengutamakan nilai-nilai cinta-kehati-hatian-kedewasaan berfikir dan ‘adab luhur sebagai antivirus dunia, wudlu untuk mengencerkan populasi 180 milyar bioma mikro di kulit-100 milyar di luar serta 1 triyun di karang gigi-irigasi nasal di nasopharing dengan istinsyaq, mencuci tangan setelah bangun tidur, sabar dengan berpuasa agar proses tafakkur terhadap solusi menjadi lebih jernih, yaqin terhadap rizqi bighoiri la yahtasib, membayar zakat sebagai tolak bala’, mentadabburi Al-Qur’an, mendekat kepada Rosululloh Saw dengan berdzikir sholawat yang ‘isyq dalam cinta (khusyu’) hingga berkeringat sebagai riyadloh di rumah dan pesantren-wirid demi imunitas komunal dan keterjagaan cinta serta fikiran yang positif, muhasabah esensi ‘ibadah dan jujur untuk tidak menjual ayat-ayat serta kembali mencintai orang-orang yang sholih dan diwariskan kepada anak cucu kita. Asal masih ada nasi, kopi, rokok, canda ria, dan diskusi, kita masih bisa bergembira dengan mensyukuri hal-hal kecil di sekitar kita bersama para shohabat.

(Sumber: Simbah, dkk)