Sejarah dan Opini tentang COVID-19 serta Solusi dari Ummat Muslim
untuk Ummat Manusia
Oleh: Nur Muhammad
COVID-19 adalah singkatan dari Corona Viruses Disease-19 pandemi
yang menyerang saluran pernafasan. Virus ini dapat hidup di metal selama
4 jam, dan kardus selama 24 jam. Berasal dari aktivitas di pasar daging segala
hewan liar di kota Wuhan China sekitar tahun 2019. Kalau dulu flu Rusia/China
merupakan masalah serius bagi pernafasan pada tahun 1889 dikarenakan manusia
yang tidak tenang jiwanya (lupa pada kemanusiaan dan asal-tujuan hidupnya),
kini kita mengenal COVID-19. Adzab_Nya yang berasal dari ulah manusia yang
serakah dalam merusak bumi dan sistemnya, memutilasi kemanusiaan, kelewat
batas, tidak tertata, seenaknya sendiri dan mendzolimi diri-sendiri (mungkin termasuk
kita yang sedang diuji agar sadar bahwa kehebatan, kepandaian dan kesaktian
bukanlah Tuhan, semuanya adalah milik_Nya dan akan kembali kepada_Nya). Namun
ada teori yang menyatakan bahwa virus ini diciptakan di laboratorium
Universitas Wuhan yang bekerjasama dengan Amerika Serikat untuk menyilangkan
virus-virus sejak tahun 2010 dan merancang skenario aturan kesehatan untuk
seluruh dunia sebagai upaya biowar dan mengurangi 15 % populasi manusia
di dunia. Mereka yang menciptakan virus, mereka pula yang mengujicobakannya
kepada warganya sendiri, lalu dibocorkan ke seluruh negara sehingga ekonomi
bangkrut 120 % selama pandemi dan mereka juga yang berlomba-lomba membuat
vaksin untuk dijual ke seluruh dunia. Mulailah persaingan untuk membuat vaksin
paling efektif mulai dari Mrna-1273 dari Moderna, Ad5-nCOV dari Cansino
Biologics, ChADOx1 dari Oxford, INO-4800 dari Inovio Pharmaceuicals, Oral
recombinant COVID-19 vaccine dari Imperial College London, Palnt-Based COVID-19
Vaccine dari Mediago, DNA-Based vaccine for COVID-19 dari Altimmune, Johson
& Johson dan BARDA, BNT162 dari Pfizer Amerika dan BioNTech, Astra Zeneca
dari Inggris dan Swedia (tidak untuk lansia sebab adanya efek samping thrombosis
vena serebral sejak 15 Maret 2021), Sinovac. Karena pengetahuan vaksin di 3 lab Indonesia
membutuhkan waktu hingga bulan September 2020, dan cairan anti wabah (yang
komposisinya terdiri dari air, garam, sodium hipoklorit, hipoklorit acid, ozon,
dicampur hidrogen peroxide) perlu dites dahulu sebagai suplemen (bukan sebagai
obat), maka 2 vaksin yang terakhir di atas kini sudah mulai digalakkan pendistribusian
dan pemakaiannya di Indonesia pada tahun 2021. Khususnya diperuntukkan kepada
lansia, sebab COVID-19 mudah menjangkiti lansia, tidak seperti virus Ebola dan
SARS/COV-1 yang belum memiliki vaksin padahal sudah 10 tahun. Mereka juga yang
membuat protokol kesehatan guna persiapan menuju the new normal (memakai
masker padahal virus dapat hidup di masker selama seminggu, di kain selama 14
jam-mungkin hikmahnya agar kita berhenti berbuat ghibah-fitnah-adu domba-dan
menebar hoaks yang penuh kedustaan maka perlu adanya pembagian masker gratis
atau pembuatan masker mandiri, menjaga jarak di tengah penyebaran wabah karena
kita rentan atau terinfeksi setidaknya hingga tahun 2022 menurut epidemiolog Harvard
Professor Marc Lipsitch, mencuci tangan dengan hand sanitizer atau
sabun, senam pada pukul 10 pagi, dan tes PCR yang akurasinya hanya 63% sehingga
sisanya adalah kategori negatif palsu, serta pemisahan virus/swab sebab
virus bertahan selama 1 bulan dan lain-lain),
mereka juga yang mengatur untuk lockdown (efektif jika vaksin tersedia,
jumlah sakit yang minim, dan jumlah kematian 0,8 % dari total jumlah penduduk
yang padat, adanya dapur umum, serta para miliarder negeri mau berbagi sembako
selama 2 bulan) dan kegiatan sosial (seperti sholat Tarowih-‘Id-Jum’at di
masjid jami’, belajar di sekolah, pengajian akbar, dan berjualan di warung dan
pasar) dibatasi karena dianggap berbahaya untuk kesehatan. Mereka juga yang
membuat rakyat menderita, karena menjual untuk tetap survive namun belum
tentu ada pembeli atau membeli belum tentu ada penjual (paceklik). Belum lagi
adanya larangan untuk mudik fisik meskipun koneksi internet terkadang lancar
dengan adanya kuota data sehingga order barang bisa dilakukan sambil selonjoran
dan lama-lama kita akan melupakan budaya antre, namun hidup terancam menganggur
karena dipecat secara massal dari perusahaan atau dunia kerja. Itupun bagi yang
ada kuota, lha yang belum mampu konversi dunia analog ke digital dengan
tiadanya kuota data/sinyal dan diskusi dengan teman-teman, apa iya kita akan
terus istirahat melihat para siswa terdistraksi di rumah? UMKM hanya akan
bertahan hingga tahun 2022, itupun jika memiliki bahan baku sendiri dan
pendistribusian barang mau bertransformasi ke sistem digital. Bahkan ada yang sampai terpaksa mencuri dan
merampok, sudah 280 anak yang dirawat per Mei di Indonesia, ada yang meninggal
dunia akibat terdampak lockdown tingkat lokal dan rakyat diminta untuk
terbiasa dengan virus/virus semakin memutasi menjadi keluarga kita sementara
pemerintah tetap sejahtera. Padahal cacing-cacing sebagai penjaga negeri sudah
keluar dari tanah karena kepanasan, sebagai sabda dari ’alam. Kok kita belum
sadar juga? Bahwa Alloh Swt itu ada dan menyertai kita.
Awalnya Indonesia hanya tembus 5136 kasus positif dengan 469 orang
yang meninggal yang dilaporkan oleh media akibat Covid-19 kemudian meningkat
menjadi 5923, 7135, 7418, 15.438 kasus positif yang diketahui oleh pemerintah (belum
ada 1% dari total 267 juta penduduk yang diperiksa), dan terus saja bertambah
hingga sekarang karena pembiasaan baru disikapi dengan shock dan radikal.
Beritanya pemerintah Indonesia sudah membeli obat Avigan dan Cloroquine
sebanyak 2 juta buah, namun belum ada wujudnya. Setidaknya, solusi perlu
disimulasikan terlebih dahulu. Isolasi selama 14 hari di lembaga kesehatan
negara juga perlu diterapkan dengan ketat khususnya bagi para wisatawan dari
luar negeri, uji sampel terhadap pasien perlu dipercepat menjadi sehari dengan
transparansi data dan perbaikan efisiensi uji lab, serta massive testing
berskala besar perlu dilakukan dengan cepat begitu pula dengan restriksi
perjalanan jauh. Sejak 3 Maret 2021 berdasarkan lembaga virology Robert Koch
Institut Jerman, Mutasi virus B. 1.1.7
dari Inggris, Brazil dan Afrika Selatan cepat menular dan berbahaya.
Dibutuhkan masker FFP2 atau NG5 setiap
20 menit sekali atau membuka ventilasi selama 5 menit atau antigen, atau vaksin
Biontech yang sudah diuji oleh WHO dan European Medicines Agency pada akhir
2020 yang dikembangkan oleh Ozlem Tureci dan Ugur Sahin, pasutri Muslim Turki
sehingga kita (lansia, remaja dan anak-anak) memiliki kartu vaksin dengan QR-Code,
atau bernafas dengan bantuan mesin selama 30 hari, atau berjalan dengan bantuan
rollator, atau didialisis jika virus menyerang jantung.
Virus akan mati jika droplet (dari mulut, tenggorokan,
paru-paru, lendir mata dan saluran air mata) kering di tempat yang lembab. Setidaknya
kita mencadangkan pakan ternak selama 14 hari, dan tidak berinteraksi dengan
pasien Covid-19 selama seminggu. Pengobatan ranahnya berada dalam kemampuan
praktisi professional biologi dan kesehatan dan kita percaya akan hal itu. Pemerintah
juga wajib percayakan hal ini pada mereka. Sebab ahli kesehatan-medis dan
farmasi kita mampu mengatasi virus yang mampu bertahan di besi-atom dan
alumunium ini.
Bahkan kini tenaga medis yang memakai prokes dan APB saja dapat
terpapar oleh varian baru Delta. Sementara oxymeter, stok plasma
konvalasen, layanan vaksinasi, layanan makanan gratis bagi pelaku isolasi
mandiri dan tabung oxygen terbatas. Kini mobil ambulans berkeliling
desa, mengambil atau mengantarkan mayat ke pemakaman sebab meskipun kita letih-lapar-gelisah-putus
asa-menangis karena anak isteri belum tentu makan-keuangan tidak jelas-terjebak
dalam kesunyian dengan glundhang-glundhung karena lockdown di
rumah (berarti virus lebih baik dari kita sebab hal-hal di atas tidak perlu
kita takutkan), hendak ke masjid bertaqorrub juga dibatasi, toh malaikat
Izro’il juga tetap berangkat kerja (kita hikmahi bahwa kematian itu adalah
kelahiran bagi kader-kader sholih yang baru) dan yang perlu ditakutkan adalah
jika virus ini merupakan ‘adzab dari_Nya. Meskipun virus akan ikut mati, jika
yang terpapar meninggal dunia, kita harus tetap berusaha dan ada banyak hal
yang dapat kita pilih untuk kita lakukan. Misalnya dengan makan pecel dengan
kembang turi, makan rendang dengan diberi daun salam agar tidak berkolesterol, minum
air zam-zam ataupun sayuran untuk membersihkan darah, transfer energi kepada
keluarga dengan pelukan, memakmurkan bumi dengan gemati dalam menanam dan
merawat sayuran seperti cabe-bayam-kangkung-terong-kacang panjang-buncis-selada-jagung
manis-serai-empon-empon di pot (re-use sampah plastik) sembari mematangkan
konsep pertanian barokah (menanam gandum-kurma dan buah-buahan seperti nanas,
pisang yang juga dapat untuk diambil dhebognya dan kelapa yang juga
dapat diambil sabut dan bathoknya sebagai hasil kerajinan atau air legennya
untuk dimasak menjadi gula Jawa) agar bisa dibagikan kepada tetangga, membuat
lumbung pangan tingkat kelurahan bekerjasama dengan pengusaha kecil misalnya
dengan menanam singkong atau menanam padi di polybag jika tidak memiliki
sawah, beternak lebah madu dengan didukung oleh penanaman bibit bunga matahari,
beternak ikan kutuk/gabus-lele-mujair-nila untuk kurang dari 4 bulan panen, beternak
ayam kampung petelur, beternak gurame untuk 6 bulan panen, menjual hasil bumi
dengan harga yang murah, fermentasi probiotik rempah (tanaman yang berkhasiat
untuk lahir-bathin), menanam dengan cara hidroponik (bagi yang tinggal di
kota), tetap bertegur sapa meskipun berbeda suku agar bathin tersentuh secara
mendalam dan budaya tradisional semakin kaya responnya, pembuatan marketplace
bagi para pedagang dan menyiapkan mekasime bisnis desa dengan optimalisasi
koperasi (menghimpun dana awal untuk penguatan produksi/bagi hasil dengan
donasi alat produksi tepat guna (tenun sutra dengan menanam pohon murbei,
kerajinan dari kayu dan bambu, kerajinan dari enceng gondok dan logam mulia
serta gerabah-keramik, usaha rumahan untuk pembuatan obat herbal, dll), penguatan
produksi termasuk start-up digital, perusahaan mereserve keuangan, membagi
zakat, mengadakan Yaasinan sembari bergotong royong dalam gerakan shodaqoh nasi
bungkus karena tidak tega jika ada tetangga yang kelaparan (peka terhadap
keadaan sosial), keluarga besar bertanggung jawab terhadap kebutuhan makanan
keluarga, menabung uang receh di tiang bambu, tetap guyub rukun dengan mendirikan
lumbung pangan masjid atau posko relawan untuk mentraktir makanan bagi yang
membutuhkan sembari mengadakan sosialisasi hidup bersih dan kesegaran
lingkungan serta energi terbarukan, bekerja sama dengan pengusaha akrilik untuk
pendistribusian APD agar tidak dikapitalisasi, mendirikan sekolah sawah yang
disediakan pula ruang baca untuk anak-anak terdampak sekolah daring, memaksimalkan
peran di rumah yakni dengan work from home demi kebutuhan primer dan keluar
rumah saat penting saja misalnya hendak belanja ke pasar komoditas desa serta
mendidik anak isteri sehingga hidup lebih hemat konsumsi dan mesra antar
keluarga, sholat tarowih di rumah, memeriksa suhu tubuh para pemudik,
memeriksakan mereka yang sakit ke bidan desa, berhenti import dengan berswadaya
dan tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap pencurian melalui penjagaan
keamanan oleh polisi dan termasuk warga desa yang kaya, menghibur diri (dengan menggembala
kambing, bersepakbola, atau menulis puisi, artikel di koran, naskah drama, skenario
film, atau novel Islami), serta tidak menyepelekan virus sebab selembar uang
yang kita pakai juga dapat terkena.
Belum ada rencana darurat nasional pasca Covid-19 mereda (dalam
bentuk survivalitas kesejahteraan rakyat yang dikreatifi dengan imun jasadiyah/kesehatan
dan rukhiyyah/keselamatan yang menjadi concern utama secara disiplin
agar para malaikat menjaga kita dengan perintah_Nya yang bercahaya). Lalu apa
hikmah dari semua ini? Dana COVID-19 perlu ditangani oleh negara dengan
pendataan, pemetaan, teknis, penggunaan, dan ketepatan penerima yang baik dan
serius. Pembiasaan baru juga tidak perlu dipaksakan sebab kita bukan Tuhan yang
Maha Memastikan Kesembuhan. Sebenarnya puasa dapat meningkatkan fungi fagosit dari
sel netrofil darah (menyerang virus/bakteri tubuh) menurut penelitian
Universitas Sadat Kairo. Puasa dapat meresintesis sel-sel imun atau
meregenerasi sitem imun dengan konsep autophagy yakni membersihkan
sampah protein yang telah rusak. Vaksin, suplemen ramuan empon-empon (kunyit,
jahe, kayu manis, cengkeh, bawang merah-putih) sebagai immunomodulator,
vitamin, makanan sehat dan do’a hanya merupakan proses tawakkal kita untuk 2
tahun ke depan. Sebab Alloh Swt adalah Sang Maha Pengendali sekaligus Pemilik virus
dan Maha Penyembuh. Motivasi dan pembersihan diri memang penting. Namun sudah
siapkah kita untuk berpuasa 2 hingga 3 tahun ke depan? Kadar keagamaan dan
kejernihan pikiran kita sedang diuji oleh_Nya agar kita kembali melakukan
proses spiritual connecting sebagai vaksin ghoib seperti bersujud
tahajjud yang meningkatkan limfosit dan imunoglobin M-G-A, beristighfar, bertaubat
nashuha, ta’at-takut dan faqir kepada_Nya, qona’ah terhadap qodlo-qodar
dari_Nya, bertaqwa kepada_Nya dan mengingat keagungan_Nya sebab kita tidak
mampu bersembunyi dari_Nya (kembali mudik kepada_Nya bahwa Dia adalah Perencana
Terbaik). Kita perlu menzuhudkan diri dari materialisme dunia agar mental kita
kuat yakni dengan laku prihatin, memakmurkan masjid hati dan tetap rajin
berkarya untuk mengembangkan fadhilah diri. Mari kita bertahannuts-bermusyawaroh
dengan kepala dingin dan berpikir kritis demi solusi bersama menghadapi
pembiasaan baru meskipun via daring (untuk penataan sektor-sektor kehidupan
yang terpenting di saat wabah) sebagai bukti dari meneladani Rosululloh Saw!
Latih kecerdasan kita, ambil tantangan yang ada sehingga kita terbiasa untuk
hidup komunal dan jernih wajah kita! Sebab kelak krisis hingga tahun normal 2025
diprediksi akan terjadi peralihan profesi kreatif bahkan di luar bakat pasca
pandemi, pertanian dan regenerasi ekspertasi akan menjadi penting sebab para
petani terbiasa untuk hidup berswasembada/mandiri dan secara terbatas,
pendidikan untuk rakyat akan lebih mengutamakan pesantren, sistem jual beli
memungkinkan untuk kembali menggunakan barter barang, industri akan lebih
bergerak dalam bidang essensials (produksi non-eksploitatif untuk
memenuhi konsumsi) dengan didukung CSR (empati bersama) demi pembangunan
manusia, investasi bergerak serius di bidang kesehatan, lebih bijak terhadap
data informasi (sebab tidak ada data yang 100% akurat, pasti ada deviasinya) dan
pemilihan pemimpin akan lebih hati-hati dan memperbanyak istighfar agar tidak
bertubi-tubi ditekan-diberi musibah, dan kebingungan. Apa tidak terlalu cepat
jika kita pasrah dan menunggu kehadiran Imam Mahdi untuk meminta petunjuk dari
Rosululloh Saw? Padahal kita masih memiliki rijalul ghoib, kyai khosh,
musytasyar, mursyid, para pewaris nabi yang memahami ‘ilmu dari kitab kuning,
yang kasyaf, dan mampu bermimpi bertemu Rosululloh Saw atau bahkan dalam
kondisi terjaga. Tugas kita hanya merintis kembali keimanan-per’adaban Madinah 20-30
tahun ke depan dengan mengutamakan nilai-nilai cinta-kehati-hatian-kedewasaan
berfikir dan ‘adab luhur sebagai antivirus dunia, wudlu untuk mengencerkan
populasi 180 milyar bioma mikro di kulit-100 milyar di luar serta 1 triyun di
karang gigi-irigasi nasal di nasopharing dengan istinsyaq, mencuci
tangan setelah bangun tidur, sabar dengan berpuasa agar proses tafakkur
terhadap solusi menjadi lebih jernih, yaqin terhadap rizqi bighoiri la
yahtasib, membayar zakat sebagai tolak bala’, mentadabburi Al-Qur’an, mendekat
kepada Rosululloh Saw dengan berdzikir sholawat yang ‘isyq dalam cinta
(khusyu’) hingga berkeringat sebagai riyadloh di rumah dan pesantren-wirid demi
imunitas komunal dan keterjagaan cinta serta fikiran yang positif, muhasabah
esensi ‘ibadah dan jujur untuk tidak menjual ayat-ayat serta kembali mencintai
orang-orang yang sholih dan diwariskan kepada anak cucu kita. Asal masih ada
nasi, kopi, rokok, canda ria, dan diskusi, kita masih bisa bergembira dengan mensyukuri
hal-hal kecil di sekitar kita bersama para shohabat.
(Sumber: Simbah, dkk)